Wakil Ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas, menyoroti dugaan penyelewengan donasi umat di lembaga amal Aksi Cepat Tanggap (ACT). Anwar Abbas mengaku terkejut mendengar dugaan penyelewengan tersebut dan menyebutnya sebagai sebuah tindakan yang memalukan.
"Kalau benar ada tindak penyelewengan yang dilakukan oleh petinggi ACT terhadap dana yang mereka himpun dari masyarakat, maka hal ini jelas-jelas memalukan," ujar Anwar Abbas dalam keterangannya, Selasa (5/7).
Aparat penegak hukum harus turun tangan untuk menyelidiki dugaan penyelewengan ACT. Bila perlu, kata dia, diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
"Peristiwa ini selain memalukan juga benar-benar telah mencoreng nama dari lembaga-lembaga yang menghimpun dana masyarakat," katanya.
Anwar mengaku terkejut mendengar dan membaca laporan Tempo terkait kasus ACT tersebut, apalagi mendapatkan fakta soal besaran gaji dan fasilitas yang dimiliki petinggi ACT yang disebutnya sebagai hal yang berlebihan.
Diketahui, berdasarkan laporan majalah Tempo, lembaga kemanusiaan ACT diduga menyalahgunakan anggaran untuk kepentingan pribadi pimpinannya.
Saat menjabat Presiden ACT, Ahyudin diduga memperoleh gaji Rp250 juta setiap bulan. Sementara posisi di bawahnya, senior vice president digaji Rp200 juta per bulan, vice president Rp80 juta, dan direktur eksekutif Rp50 juta.
Selain itu, saat menjabat sebagai President ACT, Ahyudin difasilitasi tiga kendaraan mewah seperti Toyota Alphard, Mitsubishi Pajero Sport, dan Honda CRV. Ditemukan pula dugaan dana ACT yang digunakan untuk kepentingan pribadi Ahyudin.
"Pokoknya saya sangat kecewa dengan sikap dan perilaku mereka yang menurut saya sangat materialistis dan hedonistis sekali itu," pungkas Anwar Abbas.
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan. indikasi penggunaan untuk kepentingan pribadi dan aktivitas terlarang di yayasan amal Aksi Cepat Tanggap (ACT). Hal itu disampaikan PPATK usia menelusuri aliran dana ACT, lembaga yang didirikan Ahyudin tersebut.
"Ya indikasi kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang," ujar Kepala PPATK Ivan Yustiavandana kepada wartawan, Selasa (5/7).
Menurut PPATK, dugaan aktivitas terlarang itu mengarah kepada aksi terorisme. Sehingga, hasil penelusuran aliran dana itu telah diserahkan ke aparatur penegak hukum.
Hasil analisa dari PPATK tersebut telah diserahkan ke Densus 88 Antiteror Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
"Transaksi mengindikasikan demikian (terorisme) namun perlu pendalaman oleh penegak hukum terkait," ujarnya.
Tak hanya itu, Ivan mengatakan, pihaknya menemukan aliran dana ACT ke luar negeri. Hanya saya, ia tak merinci negara dan penerima dana tersebut. "Ada juga dana aliran ke luar negeri," ungkap dia.