Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta umat Islam saling menghormati sesama dalam penyikapi potensi perbedaan awal Idulfitri 1444 H/2023 M. Demikian disampaikan Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh, dalam keterangannya, Kamis (20/4).
"Mengingat untuk tahun ini hilal berada dalam ketinggian yang berada dalam wilayah perbedaan pendapat, maka dipastikan akan terjadi perbedaan waktu penetapan Hari Raya Idulfitri. Karena itu, perlu ada semangat saling menghormati atas terjadinya perbedaan tersebut," ucapnya.
Niam menerangkan, penentuan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah adalah wilayah ijtihadiyah, yang membuka kemungkinan terjadinya perbedaan di kalangan fuqaha (ahli fikih). Apalagi, memang dimungkinkan terjadi perbedaan secara keilmuan.
"Karena itu, perlu ada semangat saling menghormati atas terjadinya perbedaan tersebut," katanya.
Dia berpendapat, perbedaan yang didasarkan pada pertimbangan ilmu akan melahirkan kesepahaman, bukan pertentangan. Karenanya, beragama perlu dengan ilmu sehingga muncul semangat harmoni dan kebersamaan.
Menurut Niam, umat Islam yang berpatokan dengan kriteria hisab hakiki wujudul hilal, maka merayakan atau Idulfitri pada Jumat (21/4). Pada saat itu, disunahkan melaksanakan salat Id dan dilarang berpuasa.
Adapun yang menggunakan kriteria rukyatul hilal ketinggian hilal 3 derajat, harus menunggu hingga hasil sidang isbat dan diprediksi berlebaran pada Sabtu (22/4).
"Bagi yang meyakini serta mengikuti pandangan bahwa Idulfitri jatuh hari Sabtu, maka pelaksanaan salat Idulfitri dilaksanakan pada Sabtu dan tidak boleh berpuasa di hari Sabtu tersebut. Sedang di hari Jumat masih wajib berpuasa," tutupnya.