close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Wakil Presiden Jusuf Kalla (tengah) berjabat tangan dengan Sekjen MUI Anwar Abbas (kiri) disaksikan Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsudin (kanan) saat menghadiri Rapat Pleno Dewan Pertimbangan (Wantim) MUI di Jakarta, Senin
icon caption
Wakil Presiden Jusuf Kalla (tengah) berjabat tangan dengan Sekjen MUI Anwar Abbas (kiri) disaksikan Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsudin (kanan) saat menghadiri Rapat Pleno Dewan Pertimbangan (Wantim) MUI di Jakarta, Senin
Nasional
Senin, 06 Agustus 2018 21:10

MUI minta perbedaan pilihan di Pilpres tak rusak ukhuwah islamiyah

Konsep keumatan tidak boleh dipersempit dan direduksi kepada sejumlah umat Islam semata.
swipe

Majelis Ulama Indonesia (MUI) berharap perbedaan pilihan politik di Pemilu Presiden (Pilpres) 2019 tak merusak ukhuwah islamiyah. Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) MUI, Din Syamsuddin mengingatkan, etika dalam persaudaraan sesama umat muslim yaitu tidak saling menafikan dan tidak saling meniadakan. 

"Jalan politik adalah jalan yang terbuka, yang bisa diisi dengan ruh Islam dan juga bisa diisi dengan semangat Islam. Maka pesan saya yang terakhir,  janganlah sampai perbedaan aspirasi, kepentingan termasuk perbedaan calon dalam pilpres, membuat rusak ukhuwah islamiyyah," kata Din usai melakukan rapat pleno di Gedung MUI di Jakarta, Senin (6/8).

Din pun meminta agar partai politik tidak mengatasnamakan umat Islam. Konsep keumatan tidak boleh dipersempit dan direduksi kepada sejumlah umat Islam semata. Menurutnya, jumlah umat Islam mencapai 220 juta jiwa, sehingga tak boleh dikurangi hanya menjadi puluhan juta saja. 

"Tidak semua umat islam berada dalam partai-partai Islam atau partai berbasis massa Islam. Bahkan menyebar di banyak partai politik, termasuk yang tidak menggunakan nama Islam," sebutnya. 

Dia menegaskan, pengertian umat Islam harus dipandang secara keseluruhan, sebab kalau jumlah umat dipersempit, yang terjadi hanya klaim dari beberapa kelompok. 

Din pun berharap agar umat Islam tidak terjebak pandangan dikotomis tertentu, sehingga memunculkan klaim jalan ke-Islaman dan satu-satunya jalan yang harus ditempuh. 

Terkait rapat pleno Wantim MUI, Din mengatakan pertemuan bulanan yang dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) itu digelar dalam rangka dialog. Rapat pleno tersebut digelar dengan tema "Umat Islam Menghadapi Agenda Demokrasi Indonesia".

"Karena Wantim MUI sangat meyakini kekuatan dialog, terutama tukar menukar pikiran di antara kami, bahkan dengan siapapun, termasuk dengan yang berbeda pandangan dengan kami. Dengan adanya dialog, kita bisa berada pada titik temu," kata Din menjelaskan. 

Menurutnya, pembahasan dalam rapat pleno mengerucut pada kemajuan perkembangan kehidupan umat Islam dalam beberapa tahun terakhir. Namun demikian, masih ada permasalahan dalam bidang ekonomi, terutama yang bersifat kesenjangan dan ketidakmampuan umat Islam dalam memberdayakan dirinya secara ekonomi.

Berdasarkan rapat pleno tersebut disarankan agar perjuangan kebudayaan yang dilakukan ormas Islam dapat terus dilakukan. Sebab, menurut Din ormas Islam adalah gerakan kultural dan gerakan kebudayaan untuk memperkuat landasan budaya masyarakat yang harus terus dilakukan.

img
Robi Ardianto
Reporter
img
Gema Trisna Yudha
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan