close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Istimewa. MUI menyesalkan sikap aparat yang melakukan kekerasan terhadap masyarakat adat di Pulau Rempang dalam penggusuran demi investasi. Foto Antara/Sigid Kurniawan
icon caption
Istimewa. MUI menyesalkan sikap aparat yang melakukan kekerasan terhadap masyarakat adat di Pulau Rempang dalam penggusuran demi investasi. Foto Antara/Sigid Kurniawan
Nasional
Sabtu, 16 September 2023 15:18

MUI sesalkan kekerasan aparat terhadap masyarakat adat Rempang: Kasihan sekali

"Jika ini terus berlanjut, maka tentu reformasi jilid dua rasa-rasanya hanya tinggal menunggu waktu."
swipe

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyoroti sikap negara dalam mengatasi hak masyarakat adat dalam mempertahankan ruang hidupnya di Pulau Rempang, Kepulauan Riau (Kepri). Sebab, mengulang kasus serupa di daerah lain, seperti Air Bangih, Sumatera Barat (Sumbar); Wadas, Jawa Tengah (Jateng), Halmahera, Maluku Utara.

Wakil Ketua Umum MUI, Anwar abbas, mengingatkan, negara dimandatkan untuk memakmurkan rakyat. Ini sesuai isi Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Sayangnya, kesejahteraan banyak dinikmati minoritas, yang merupakan kelas menengah ke atas.

Baginya, upaya penggusuran terhadap ribuan warga 16 Kampung Melayu Tua di Pulau Rempang adalah buah dari kebijakan pemerintah yang kembali membela dan melindungi pengusaha kakap. Sebab, negara cenderung mengejar pertumbuhan daripada pemerataan ekonomi.

"Celakanya, pihak aparat yang tugasnya sebenarnya adalah melindungi rakyat, sekarang mereka malah berubah fungsi menjadi menggebuki dan memukuli rakyat," ucapnya dalam keterangannya, Sabtu (16/9). "Kasihan sekali kita melihat nasib rakyat kita yang diperlakukan seperti itu."

Anwar Abbas melanjutkan, kebijakan dan sistem ekonomi yang diutamakan pemerintah hari ini tidak sesuai mandat UUD 1945. Sebab, cenderung neoliberalisme.

"Jika ini terus berlanjut, maka tentu reformasi jilid dua rasa-rasanya hanya tinggal menunggu waktu," ujarnya. "Kita tentu saja tidak mau hal itu terjadi karena cost atau biayanya sangat cukup tinggi."

Konflik antara aparat Satpol PP, kepolisian, Ditpam Batam, dan TNI dengan masyarakat adat Pulau Rempang bermula dari beredarnya kabar Badan Pengusahaan (BP) Batam akan melakukan pengukuran, Rabu (6/9). Itu merupakan salah satu tahapan pembebasan lahan setempat.

Sehari kemudian (Kamis, 7/9), warga berkumpul di Jembatan 4 Barelang. Sekitar pukul 09.51 WIB, aparat gabungan membentuk barisan di depan jembatan, lalu bergerak ke arah warga di ujung jembatan.

Kapolresta Balerang, Kombes Nugroho, kemudian meminta warga mundur. Namun, tidak diindahkan lantaran masyarakat berupaya mempertahankan ruang hidupnya.

Sejurus kemudian, aparat merangsek masuk ke kampung dan dibalas lemparan batu. Aparat pun membalas dengan menyiramkan air dan menembakkan gas air mata. 

Sekitar 10.000 masyarakat adat di 16 Kampung Melayu Tua di Pulau Rempang dan Galang terancam diusir karena tempat tinggalnya yang dihuni turun-temurun sejak 1843 bakal dibangun Rempang Eco City. Proyek strategis nasional (PSN) ini digarap taipan Tomy Winata melalui anak perusahaan PT Artha Graha, PT Makmur Elok Graha (MEG).

img
Fatah Hidayat Sidiq
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan