Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyesalkan terjadinya kerusuhan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua yang menelan korban hingga mencapai 33 jiwa. Tak hanya itu, kerusuhan yang terjadi juga menimbulkan kerusakan fasilitas umum dan properti milik masyarakat.
“Kami menyayangkan tindakan brutal dan anarkis yang telah menyebabkan jatuhnya banyak korban jiwa yang tidak berdosa,” kata Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas melalui keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Minggu (29/9).
Anwar mengatakan, kerusuhan di Wamena tersebut menewaskan 33 orang. Selain itu, juga membuat ribuan orang terpaksa harus mengungsi ke daerah lain di dekat Wamena. “Kami menyesalkan juga kerusuhan di Wamena membuat para pendatang di daerah Papua merasa tak aman propertinya rusak,” ujarnya.
Oleh karena itu, kata Anwar, pihaknya berharap pemerintah dapat dengan tegas dan serius menangani permasalahan yang terjadi di Papua saat ini. “Diharapkan masyarakat bisa hidup tenang kembali dan bisa melakukan aktivitas seperti semula," katanya.
Aksi kerusuhan di Wamena bermula karena adanya unjuk rasa yang dilakukan para siswa pada Senin (23/9). Mereka memprotes adanya dugaan perkataan bernada rasial oleh seorang guru kepada siswanya yang merupakan orang asli Papua.
Karena merasa tersinggung, para siswa tersebut melakukan aksi unjuk rasa yang berakhir rusuh. Ketika terjadi kerusuhan, terdapat sejumlah orang yang melakukan pembakaran terhadap rumah warga, kantor pemerintah serta fasilitas umum.
Akibat kerusuhan itu, pemerintah sampai menutup akses internet di Wamena. Namun, pada Sabtu (26/9) pemerintah akhirnya membuka kembali layanan data internet karena kondisi di sana dianggap sudah kondusif.
Sementara itu, Kapolres Jayawijaya, AKBP Tony Ananda, mengatakan pihaknya telah menangkap sebanyak tujuh orang yang diduga sebagai pelaku kerusuhan di Wamena. Mereka kini tengah menjalani pemeriksaan intensif di Mapolres Jayawijaya.
Selain itu, penyidik kepolisian pun masih melakukan penyelidikan pengembangan untuk mengungkap aktor intelektual di balik kerusuhan tersebut. “Kami masih melakukan pendalaman, jadi belum bisa diinformasikan identitasnya, jika sudah rampung pemeriksaan, pasti akan dipublikasikan ke media," katanya.
Menurut Tony, tujuh orang yang diamankan itu diduga membawa panah, batu, bahkan menyiapkan bensin untuk membakar kantor pemeintah dan fasilitas umum. “Bahkan pada malam harinya sempat mau membakar lagi tapi untung kami gagalkan," ujar Tony.
Dia menjelaskan, situasi terkini di Wamena berangsur kondusif. Masyarakat yang berada di pusat kota Wamena sudah mulai beraktivitas dan sejumlah toko mulai dibuka. Meski demikian, aktivitas pemerintahan belum berjalan pascapembakaran kantor bupati dan sejumlah kantor pemerintahan lainnya.
Dia menambahkan untuk penempatan pasukan keamanan, sebanyak 500 personel gabungan TNI dan Brimob telah ditempatkan di daerah pinggiran kota atau pintu masuk ke Kota Wamena dari kabupaten lain di wilayah pegunungan Papua. Sedangkan khusus di dalam kota ditempatkan 300 personel gabungan. (Ant)