Munculnya ular kobra di permukiman warga
Haryati, salah seorang warga Pasar Minggu, Jakarta Selatan, merasa khawatir. Beberapa waktu lalu, ditemukan lima anak ular kobra di sela-sela plafon rumah tetangganya.
"Saya jadi takut karena punya cucu masih kecil-kecil," kata Haryati saat ditemui reporter Alinea.id di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (18/12).
Rumah Haryati terletak di sebuah gang sempit. Kondisi lingkungannya memang kotor dan lembap. Di lokasi penemuan ular itu, juga bekas kebun dan banyak puing-puing bangunan.
Di lain hari, ular juga muncul di dalam ember salah seorang warga. Lantas, warga melapor ke Ketua RW setempat.
"Jadi, ular itu awalnya ditangkap sama warga, sambil menunggu petugas pemadam kebakaran datang," katanya.
Setelah kejadian itu, Haryati segera membersihkan rumahnya. Ia tidak membiarkan ada barang yang menumpuk. Ia pun menaruh kamper di sudut-sudut rumahnya sebagai penangkal.
Seorang warga lainnya, Yulia mengatakan, sebelum kejadian itu, tak pernah ditemukan anak ular di lingkungannya.
"Kalau ada anak ular berarti kan ada induknya. Nah, itu yang kita waspada. Takut tiba-tiba muncul ular," kata Yulia di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (18/12).
Yulia mengatakan, respons dari petugas pemadam kebakaran sangat cepat. Setelah dilaporkan, petugas dengan cepat datang, lalu memeriksa beberapa sudut permukiman, yang diduga tempat ular bersembunyi.
Tak cuma kobra
Tahun ini, ular kobra di Jakarta pertama kali ditemukan di daerah Cakung, Jakarta Timur, tepatnya pada 11 Desember 2019. Seakan-akan seperti wabah, ular-ular muncul di tempat lainnya di Jakarta.
Selain di Pasar Minggu dan Cakung, pada 15 Desember 2019, ditemukan 18 anak ular kobra di daerah Kembangan, Jakarta Barat.
Warga di daerah lainnya pun dikejutkan dengan kemunculan ular di permukiman. Pada 13 Desember 2019, ular ditemukan di Citayam, Bogor. Lalu, di Karawang, Jawa Barat pada tanggal yang sama.
Kemudian, pada 11 Desember 2019, seorang pedagang sayur dipatuk anak ular kobra di Beji, Depok. Ular juga ditemukan di permukiman warga yang tinggal di Bekasi, Tegal, Jombang, dan Tasikmalaya.
Menurut kepala regu pemadam kebakaran (damkar) sektor IX Pasar Minggu Dika, munculnya ular kobra di permukiman warga di Jalan Bumbu, Pasar Minggu, Jakarta Selatan bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya, petugas sudah banyak menerima laporan keberadaan ular di permukiman.
“Hanya saja, ini lagi kebetulan viral dan momennya pas juga, ada ular di permukiman warga di beberapa titik,” ujar Dika saat ditemui di kantor pemadam kebakaran, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (18/12).
Namun, Dika mengakui, anak ular kobra dalam jumlah banyak baru kali ini terjadi. Biasanya, ular yang ditangkap warga berjenis sanca. Pada September 2019, Dika mengatakan, pihaknya menangkap lima ekor ular sanca.
“Ular-ular itu kami temukan ada yang di plafon dan dapur,” ucapnya.
Untuk menangkap ular, Dika menuturkan, pihaknya punya standar dasar, seperti jepitan ular, sarung tangan, dan kacamata. Petugas yang diterjunkan, dibagi tugas untuk menyisir area yang diduga menjadi lokasi ular.
“Biasanya, kami menerjunkan 4-6 orang per regu. Timnya bisa gabungan dari damkar sektor ataupun pos-pos damkar yang tersebar di beberapa titik,” tuturnya.
Menurut Dika, setelah ditangkap, ular itu akan diserahkan ke komunitas reptil untuk diadopsi dan dirawat.
Dihubungi terpisah, anggota komunitas pecinta reptil, Galang mengatakan, sudah menangkap sebanyak 25 ekor anak ular kobra di daerah Depok, Jawa Barat. Galang menuturkan, kerap mengadopsi ular untuk dirawat dan dipelihara.
"Kadang kalau tim damkar menawarkan, kita adopsi. Kalau tidak, ya dilepaskan ke tempat yang jauh dari jangkauan orang, seperti di hutan dan pegunungan," ucap dia saat dihubungi, Rabu (18/12).
Menurutnya, kobra dan weling merupakan jenis ular paling berbahaya ketimbang piton atau sanca.
Apa penyebabnya?
Anggota Taman Belajar Ular (Tabu) Indonesia, Ligar Sonagar Risjoni atau yang akrab disapa Igor mengatakan, pihaknya mendapatkan 350 laporan munculnya ular di permukiman, dari Januari-Desember 2019.
Laporan itu berasal dari Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Bekasi, dan Depok.
“Paling banyak di Jaksel dan Jakbar, yang sedikit di Jaktim dan Jakut,” ujar Igor di Taman Wisata Alam Kapuk, Muara Angke, Jakarta Utara, Kamis (19/12). “Desember ini ada 81 kasus. Kita menangani 51 kali.”
Dari 51 kasus yang ditangani, Igor mengatakan, sudah mengevakuasi sebanyak 21 ekor ular di Jabodetabek. Rinciannya, 16 anak ular kobra dan lima ekor piton. Di Cikarang, Bekasi, pihaknya juga menemukan sebanyak 16 telur ular piton.
Sedangkan menurut Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta Ahmad Munawir, sepanjang Desember 2019 ada 29 anak kobra di Jabodetabek.
Selanjutnya, Igor menuturkan, jenis ular yang ditemukan adalah kobra, baik anak maupun induknya. Banyaknya ular kobra, kata dia, karena ular jenis ini memiliki ketahanan yang cukup kuat terhadap lingkungan dibandingnya jenis ular lainnya.
Selain itu, menurutnya, kobra termasuk jenis ular predator, yang bisa memakan jenis ular lainnya. Besarnya populasi anak ular kobra, kata dia, baru pertama kali terjadi. Kejadian ini tak hanya ada di Pulau Jawa, tetapi juga di Kalimantan.
"Kalau tahun lalu, tidak sebanyak ini. Ternyata rata, di Kalimantan juga sama sekarang," kata Igor.
Menurut Munawir, munculnya ular di musim hujan merupakan hal yang wajar terjadi setiap tahun. Pada musim hujan, ungkap Ahmad, tingkat keberhasilan penetasan ular kobra cukup tinggi.
"Periode November-Januari itu masa menetas ular kobra," kata Munawir saat dihubungi, Rabu (18/12).
Senada dengan Igor, kata Munawir, tahun ini populasi penetasan ular kobra lebih banyak. Sebab, musim hujan datang lebih awal, yakni Oktober 2019.
“Bukan merupakan teror. Ini alamiah cuaca saja,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, peneliti reptil dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Amir Hamidy mengatakan, awal musim hujan adalah waktu telur ular menetas.
Ia mengatakan, sebelum menetas, induk ular sudah meletakkan telurnya sekitar tiga hingga empat bulan sebelumnya. Setelah itu, induk ular akan meninggalkan telurnya.
"Ular itu tidak ada pengasuhan anak, makanya langsung ditinggal, tapi untuk meletakkan telur tidak sembarangan. Dia akan cari tempat yang bisa membuat telurnya menetas, seperti lubang atau tempat gelap yang lembap," katanya saat dihubungi, Rabu (18/12).
Amir mengatakan, ular kobra memiliki adaptasi yang baik terhadap habitat buatan manusia. Hal itu yang menyebabkan ular jenis ini dapat hidup di berbagai tempat, seperti di persawahan atau pekarangan sekitar rumah.
"Karena adaptasinya yang bagus, induk itu jadi bisa ke mana-mana," ujarnya.
Lebih lanjut, Amir menjelaskan, munculnya anak ular kobra di permukiman, selain cuaca, juga ada faktor lain. Amir menyebut, punahnya predator alami pemangsa ular, seperti biawak, elang, dan garangan adalah penyebabnya.
“Ya wajar kalau populasi anakan ular tidak ada yang mengontrol,” tuturnya.
Penanganan
Menurut Amir, populasi ular di sawah dan permukiman memang jauh lebih banyak dibandingkan hutan belantara. Sebab, terdapat pasokan makanan dan tempat mendukung ular untuk berkembang biak.
Amir menyarankan masyarakat tetap waspada. Ia mengatakan, masyarakat tidak perlu panik dan takut dengan keberadaan ular-ular tersebut. Menurutnya, ular tidak mengganggu manusia, justru sebaliknya ular takut dengan manusia.
"Kita di Jawa itu berdampingan dengan ular, dan bukan salah mereka ada di permukiman," kata dia.
Ia mengingatkan, masyarakat juga harus menjaga kebersihan lingkungan rumah, serta menebar aroma yang menyengat, seperti minyak wangi untuk mencegah munculnya ular di permukiman.
"Jangan berikan space yang jadi tempat sembunyi dia, meletakan telur dia, dan jangan meletakan sisa makanan yang mengundang tikus, itu jadi mangsa utama ular," kata dia.
Yang paling penting, menurutnya, ialah mengetahui cara mengantisipasi gigitan ular untuk mencegah peredaran bisa (racun) ular.
Ia mengatakan, saat terkena gigitan ular, sebaiknya korban mendapatkan penanganan pertama, seperti tidak melakukan gerakan. Hal ini penting, agar bisa ular tidak menyebar ke bagian tubuh lain.
Melalui surat edaran tertanggal 18 Desember 2019, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta pun menyebut sejumlah rumah sakit yang menyediakan serum antibisa ular.
Di Jakarta Pusat, ada di RSUPN Cipto Mangunkusumo, RSPAD Gatot Subroto, RSUD Tarakan, dan RS Islam Cempaka Putih. Di Jakarta Utara ada di RSPI Sulianti Saroso dan RS Pantai Indah Kapuk. Di Jakarta Barat ada di RSUD Cengkareng dan RS Mitra Keluarga Kalideres.
Di Jakarta Selatan ada di RSUP Fatmawati, RSUD Pasar Minggu, RSUD Jati Padang, dan RS Suyoto. Di Jakarta Timur ada di RSUP Persahabatan, RS Haji Jakarta, dan RSU Adyaksa. Sedangkan di Kepulauan Seribu ada di RSUD Kepulauan Seribu.
Amir pun menyarankan agar korban yang terkena gigitan ular dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan medis.
"Pemberian antibisa ularnya kalau kita sudah masuk ke fase sistemik. Ini pengetahuan yang harus kita tahu. Kalau penanganan pertama tidak maksimal, nanti di medis juga belum tentu berhasil," kata dia.