Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang untuk menjerat perusahaan Lippo Group sebagai korporasi dalam kasus suap perizinan proyek Pembangunan Meikarta. / Perseroan
Kendati demikian, Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Febri Diansyah, mengatakan berusaha berhati-hati untuk memilah antara perbuatan personal korporasi dengan perbuatan korporasi.
“Kita perlu membedakan secara clear, antara perbuatan personal korporasi dengan perbuatan korporasi. Ini dua hal yang sangat berbeda, yang nanti akan berkonsekuensi logis secara hukum siapa yang harus bertanggung jawab,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Jumat (19/10).
Kendati demikian, KPK masih harus melakukan proses yang panjang bila ingin menjerat Lippo Grup sebagai korporasi. Paling tidak, KPK harus menemukan siapa pemberi instruksi puncak (directing man) dari skema suap perizinan proyek Meikarta ini.
“Ini tentu butuh proses panjang. Setelah kita menemukan directing man tersebut, harus dilihat instruksinya apa, perbuatan yang dilakukan setelah instruksi itu apa,” imbuh Febri.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan sembilan orang tersangka dalam kasus dugaan suap perizinan Meikarta. Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro termasuk di dalamnya.
Selain dua orang tersebut, KPK juga menetapkan tersangka lain dari Pemkab Bekasi, yaitu Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati, dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi.
KPK juga menetapkan tersangka lain dari pihak swasta, yaitu Konsultan Lippo Grup Fitra Djaja Purnama, dan Pegawai Lippo Grup Henry Jasmen. Semua tersangka diduga kuat melakukan transaksi suap dalam kasus ini.
Tim penyidik KPK pun mengamankan sejumlah barang bukti berupa uang 90.000 dollar Singapura, uang senilai total Rp513 juta dalam pecahan Rp100.000, uang yuan dan rupiah senilai Rp100 juta, tiga unit mobil jenis Toyota Avanza, Toyota Innova, BMW.
Semua pemberian suap ini, diduga merupakan bagian komitmen fee awal dari total komitmen Rp13 miliar melalui sejumlah dinas. Hingga saat ini KPK menduga sudah ada realisasi Rp7 miliar melalui para kepala dinas.
KPK pun menduga bahwa perizinan proyek ini dibagi menjadi tiga fase dari total tanah seluas 774 Hektare. Fase pertama 84,6 Ha, fase kedua 252,6 Ha, dan fase ketiga 101,5 Ha.