Tanggal 7 September merupakan hari duka bagi gagasan tata kelola negara berbasis HAM di Indonesia. Tepatnya, hari dibunuhnya seorang pembela HAM, Munir Said Thalib, dengan racun arsenik dalam perjalanan menempuh studi di Universitas Utrecht, Belanda.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Choirul Anam mengatakan, Munir mengadvokasi isu penting terkait hubungan sipil-militer dalam tata kelola negara demokrasi yang berbasis HAM.
Menurut dia, sepak terjang Munir dalam isu hubungan sipil-militer menjadi basis agenda gerakan reformasi 1998. "Jika hubungan ini, saat ini sesuai harapan, maka peristiwa Mapolsek Ciracas yang diserbu, atau berbagai kasus kekerasan lainnya yang melibatkan hubungan sipil militer tidak akan terjadi," kata Choirul, dalam keterangan tertulis, Senin (7/9).
Selain itu, Munir juga mengadvokasi perlindungan bagi para pembela HAM yang berupaya memperbaiki kondisi negara. Misalnya, terkait mengawal membangun kesejahteraan masyarakat. Namun, upaya melindungi para pembela HAM tidak sejalan dengan perlindungan yang diberikan negara.
Imbasnya, kata dia, banyak pembela HAM yang mendapatkan kekerasan, kriminalisasi, stigma, hingga perlakuan kejam lainnya. "Pada posisi inilah Cak Munir dengan beberapa kolega mendirikan organisasi Imparsial," terang Choirul.
Para pembela HAM, ditegaskan dia, tidak hanya dipahami sebagai aktivis HAM yang berada di garis depan melawan kekerasan. Namun, juga para inisiator di kampung, desa, hutan yang memperkuat ekonomi, merawat hutan, menyelamatkan binatang, hingga guru-guru di berbagai pelosok daerah yang melawan buta huruf dan akses pendidikan.
"Peran Cak Munir, dalam kampanye perlindungan pembela HAM sangat besar dan Cak Munir salah satu pioner dalam pembelaan para pembela HAM di Indonesia," ujar Choirul.
Menurut Choirul, 7 September bukan hanya untuk mengenang Munir, tetapi juga merawat semangat dan ide perlindungan pembela HAM di Indonesia. Sebagai Hari Perlindungan Para Pembela HAM, 7 September patut menjadi momentum untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan berbasis HAM di Indonesia.