close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi warga menerma vaksin Covid-19. Alinea.id/Aisya Kurnia.
icon caption
Ilustrasi warga menerma vaksin Covid-19. Alinea.id/Aisya Kurnia.
Nasional
Sabtu, 13 November 2021 09:57

Muskil target pemerintah di tengah ketimpangan vaksinasi Covid-19

Pemerintah menargetkan 300 juta dosis vaksin Covid-19 bisa tercapai di akhir 2021. Mungkinkah?
swipe

Pesan singkat jadwal vaksinasi Covid-19 dosis kedua tiba di telepon genggam Yogi Dwi Prasetyo pada Kamis (23/9). Namun, ia tak bisa memenuhi undangan suntik dosis kedua di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Prima Medika, Tangerang Selatan itu lantaran ada pekerjaan yang tak dapat ditinggalkan.

Yogi lalu meminta penjadwalan ulang lewat aplikasi WhatsApp. Akan tetapi, tak ada respons. Ia pun tak mencoba mendatangi rumah sakit tempat vaksinasi.

“Buat apa? Takutnya, ketika datang ke sana tidak ada vaksin kedua saya. Jadi, buang-buang waktu,” ujarnya ketika berbincang dengan Alinea.id di Tangerang Selatan, Rabu (10/11).

Pria berusia 26 tahun yang bekerja sebagai kurir ini jelas kecewa. “Kalau enggak bisa dijadwal ulang, kan bisa kasih informasi fasilitas kesehatan mana saja di Tangerang Selatan yang buka dosis kedua vaksin Moderna,” kata dia.

Yogi lantas berusaha mencari informasi di internet soal tempat dan jadwal vaksinasi Covid-19 dosis kedua. Akhirnya, ia mendapatkannya lewat aplikasi Jakarta Kini (JAKI). Ia pun memperoleh suntikan dosis kedua di Puskesmas Kelurahan Cideng, Jakarta Pusat, yang jaraknya sekitar 20,5 kilometer dari kediamannya.

Distribusi jadi kendala

Warga menunjukkan sertifikat vaksin Covid-19. Foto Antara/Rony Muharman

Menurut relawan koalisi warga Lapor Covid-19, Amanda Tan, warga seperti Yogi memang terpaksa harus aktif mencari informasi ketersediaan vaksin secara mandiri karena terbatasnya stok vaksin merek tertentu.

Ia berujar, setidaknya Lapor Covid-19 menerima lima laporan warga yang kesulitan mengakses vaksinasi dosis kedua dengan merek yang sama seperti dosis pertama dari berbagai daerah selama November 2021.

Dari aduan yang diterima, mayoritas warga sulit mendapat merek vaksin, selain Sinovac. Jenis vaksin dari China itu memang mendominasi. Berdasarkan data dari Lapor Covid-19, pemerintah mendatangkan 232.454.960 dosis vaksin Sinovac, dari total 303.512.900 dosis vaksin.

Amanda berharap, permasalahan ketersediaan vaksin dapat menjadi fokus pemerintah dan pemangku kepentingan terkait. Ia menyarankan, ada keterbukaan data distribusi dan ketersediaan merek vaksin Covid-19 di daerah maupun di sentra pelayanan vaksinasi.

“Seharusnya program vaksinasi under pemerintah sudah siap dari segi pendataan dan distribusi, sehingga warga tinggal menerima saja,” katanya saat dihubungi, Rabu (10/11).

Baginya, data yang dimiliki pemerintah belum detail menjelaskan ketersediaan dan distribusi jenis vaksin. Amanda yakin, sulitnya warga mengakses dosis kedua vaksin yang sama dari dosis pertama juga terjadi di sebagian besar daerah.

Pemerintah menargetkan, di penghujung 2021 cakupan vaksinasi Covid-19 mencapai 300 juta dosis. Hal itu disampaikan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam keterangan pers usai menghadiri rapat terbatas evaluasi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dengan Presiden Joko Widodo di Jakarta, Senin (8/11).

Presiden Joko Widodo meninjau vaksinasi COVID-19 secara pintu ke pintu, di Kelurahan Karang Rejo, Kota Tarakan, Kalimantan Utara, Selasa (19/10/2021)./Foto BPMI Setpres/Laily Rachev/Setkab.go.id.

Targetnya, dosis pertama bisa diterima 168 juta orang atau 80% populasi. Sedangkan dosis kedua bisa diterima 124 juta orang atau 60% dari populasi. Sementara dari data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) per Jumat (12/11), dosis pertama baru diberikan kepada 129.089.388 orang atau 61,98% dari populasi. Dan dosis kedua baru 82.818.492 orang atau 39,77% dari populasi.

Melihat kenyataan ini, Amanda pesimis target vaksinasi di akhir tahun bakal tercapai karena masih banyak persoalan distribusi vaksin. “Laporan warga sebetulnya mencerminkan apa yang terjadi di lapangan. Kalau kita lihat, perlu pemerataan vaksin,” tuturnya.

Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani pun menilai, pemerintah tak akan mampu mencapai target 60% vaksinasi dosis kedua di akhir tahun. Apalagi ada kasus vaksin Covid-19 yang sudah masuk kedaluwarsa, misalnya di Kudus, Jawa Tengah.

Untuk mengatasi hal itu, politikus PKS ini merasa, pemerintah perlu membuat peta jalan vaksinasi Covid-19 yang matang, seperti penyaluran vaksin yang proporsional.

“Pastikan kelompok rentan, lansia, ibu hamil, dan anak usia 12-17 tahun sudah divaksin. Jangan sampai vaksin booster untuk umum digadang-gadang, namun masyarakat sulit mendapatkan vaksin dosis kedua,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (9/11).

Capaian vaksinasi dosis kedua masih terbilang rendah. Dari data Kemenkes terlihat, per Jumat (12/11), hanya ada empat provinsi yang telah berhasil memberikan dosis kedua vaksin Covid-19 di atas 60%, yakni DKI Jakarta 105,09%, Bali 87,31%, DI Yogyakarta 79,89%, dan Kepulauan Riau 71,32%. Posisi terbuncit ada di Aceh hanya 18,28% dan Maluku 18,56%.

Ketimpangan penyaluran distribusi vaksin Covid-19 dinilai masih menjadi masalah klasik program vaksinasi. Sebagian besar alokasi vaksin, masih tersentral di Pulau Jawa. Dari data Kemenkes per Jumat (12/11), setidaknya empat provinsi di Jawa yang punya stok dosis vaksin berlimpah.

Jawa Barat memiliki stok dosis vaksin sebanyak 9.432.644, dengan penerimaan 47.748.328 dan pemakaian 38.315.664. Disusul Jawa Timur dengan stok dosis vaksin sebanyak 8.058.692, Jawa Tengah 6.508.767, dan DKI Jakarta 2.165.105.

Alokasi vaksin harus merata dan adil

Sementara itu, juru bicara vaksinasi Covid-19 Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengklaim, pemerintah sudah mendistribusikan vaksin ke seluruh daerah. Meski begitu, ia mengakui, penyalurannya belum sepenuhnya terpenuhi dari kebutuhan di daerah.

“Vaksin itu datangnya tidak sekaligus langsung, jadi pasti akan dilakukan beberapa prioritas. Sekali datang kan hanya 10 juta atau 15 juta. Jadi pasti kita akan distribusinya bertahap,” tutur Nadia, Kamis (11/11).

Terlepas dari masalah itu, Nadia optimis target vaksinasi pemerintah di akhir tahun dapat tercapai. Penetapan target itu, kata dia, telah dikalkulasi dan dipertimbangkan secara matang.

“Masalah dan tantangan utamanya, masyarakat juga yang sering pilih-pilih vaksin,” ucapnya.

Nadia mengatakan, saat ini fokus pemerintah adalah menggencarkan vaksinasi dosis pertama agar kekebalan komunal bisa terbentuk. Masyarakat juga diminta tak perlu risau dengan ketersediaan vaksin karena pemerintah menjamin warga mendapatkan hak untuk divaksin. Bila ada warga yang kesulitan mengakses vaksin, Nadia menyarankan untuk bersabar.

“Kalau ada keterlambatan, itu mungkin ada penyesuaian waktu, karena kita kan sangat tergantung pengiriman dari produsen vaksinnya,” tutur Nadia.

Dihubungi terpisah, epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman memandang, penyaluran vaksin memang masih menjadi kendala dalam menangani pandemi.

Infografik Alinea.id/Aisya Kurnia.

“Ini tentu harus segera diperbaiki ya. Jadi, perbaikan data sasaran dan distribusi sangat penting,” kata Dicky, Rabu (10/11).

Dicky mengatakan, pandemi akan sulit dikendalikan bila alokasi vaksin masih tersentral pada sebagian daerah besar. Apalagi daerah yang mendapat jatah terbanyak itu tak maksimal melakukan vaksinasi kepada warganya.

Hal itu tergambar dari ikhtisar mingguan Covid-19 edisi 13, yang diterbitkan Kemenkes pada 18 Oktober 2021. Berdasarkan laporan tersebut, Jawa Barat dan Jawa Tengah merupakan provinsi dengan jumlah penduduk yang paling banyak belum menerima vaksin. Hanya 13 juta-19 juta jiwa yang sudah divaksin, dari total target 28 juta-37 juta jiwa.

“Ketimpangan dari tata kelola yang cenderung di kota aglomerasi, tentu membuat tujuan kita memulihkan situasi dan mengendalikan sebaran Covid-19 di wilayah Indonesia hampur semua daerah akan terganggu,” kata Dicky.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, sebuah negara akan dapat ideal mencapai kekebalan komunal jika 40% dari total penduduknya sudah mendapatkan dosis kedua vaksin Covid-19. Hal itu sesuai anjuran World Health Organization (WHO).

“Bila itu tidak tercapai, ya kita gagal menerapkan prinsip kesetaraan dan keadilan, dan ini tentu akan diskriminatif,” tutur Dicky.

Selain memperbaiki sistem distribusi vaksin sesuai dengan kebutuhan daerah, Dicky meminta pemerintah menambah sentra pelayanan vaksinasi dan sumber daya vaksinator. “Harus diberi kelonggaran besar pada provinsi untuk membantu kabupaten/kota melakukan perencanaan vaksinasi,” ujarnya.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan