close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim saat konferensi pers soal Dana BOS 2020/Dok Kemendikbud.
icon caption
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim saat konferensi pers soal Dana BOS 2020/Dok Kemendikbud.
Nasional
Minggu, 02 Mei 2021 17:01

P2G: Nadiem belum merdeka desain kebijakan pendidikan nasional

P2G beber sejumlah kebijakan Mendikbud Nadiem Makarim yang tuai polemik.
swipe

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mengelola pendidikan dengan dua frasa kalimat yang justru kontradiktif, yakni ‘bergerak serentak’.

Pada kenyataannya, kata P2G, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) minim melibatkan semua pemangku kepentingan pendidikan dalam mendesain kebijakan pendidikan nasional.

P2G menilai banyak kasus kebijakan Nadiem yang menuai polemik. Pertama, Program Organisasi Penggerak yang sebabkan PGRI, NU, Muhammadiyah undur diri. Kedua, Merdeka Belajar menduplikasi hak merek dagang PT Sekolah Cikal. Ketiga, hilangnya pelajaran Sejarah dalam rencana penyederhanaan kurikulum. Keempat, hingga saat ini, proses penyederhanaan kurikulum tertutup, tidak transparan, dan tidak melibatkan semua pemangku kepentingan.

Kelima, lanjut P2G, tidak adanya frasa ‘agama’ dalam peta jalan pendidikan. Keenam, hilangnya Pancasila dan Bahasa Indonesia dalam PP No. 57/2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Ketujuh, Kamus Sejarah Kemendikbud tidak memasukkan beberapa tokoh nasional, seperti nama KH. Hasyim Asyari, AH. Nasution, Abdurrahman Wahid, Sukarno, dan Hatta. Di sisi lain, malah memasukkan nama Abu Bakar Baasyir.

Menurut P2G, kasus PP No. 57/2021 tentang SNP sebenarnya juga menghilangkan peran pengawas sekolah; BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan), Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah, dan LPMP (Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan). Padahal, empat hal tersebut tertuang dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP SNP sebelumnya.

"Tentu kebijakan ini berpotensi melanggar UU Sistem Pendidikan Nasional dan nyata-nyata kontradiktif dengan semangat 'serentak bergerak'. Begitu cerobohnya Kemendikbud membuat PP, sehingga menghilangkan Pancasila dan Bahasa Indonesia, serta tak melibatkan lembaga-lembaga terkait yang keberadaannya berdasarkan UU,” ujar Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim dalam keterangan tertulis, Minggu (5/2).

Untuk itu, P2G mendesak Kemendikbud mencabut PP No. 57 Tahun 2021 tentang SNP tersebut. P2G juga menyayangkan sikap Nadiem yang justru menuding publik mispersepsi atas berbagai polemik kebijakannya. Nadiem terkesan menganggap publik, organisasi guru, dosen, dan Pusat Studi Pancasila tidak paham PP dan UU.

P2G justru menilai Nadiem dan Kemendikbud-Ristek yang belum merdeka dalam merencanakan dan mendesain kebijakan pendidikan nasional. Sebab, sambungnya, sudah menjadi rahasia umum, Nadiem sangat bergantung kepada peran tunggal satu jaringan sekolah swasta tertentu dalam membangun koneksi kelembagaan selama ini.

Setiap program Kemendikbud-Ristek, lanjutnya, selalu melibatkan jaringan lembaga think tank tersebut. Termasuk, dalam rencana penyederhanaan kurikulum 2021. P2G menduga ada dominasi dan monopoli lingkaran jaringan satu lembaga swasta tertentu yang menguasai Kemendikbud-Ristek dan Nadiem saat ini.

“Lantas pertanyaan pokoknya, ‘Merdeka Belajar’ itu Merdeka dari apa dan Merdeka untuk apa?" ucapnya.

img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan