Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Anwar Makarim menyampaikan, capaian belajar anak-anak di Indonesia bukan dinilai dari ketepatan mereka dalam menghafal pelajaran, melainkan dari pemahaman mereka dalam proses pembelajaran.
“Sekarang capaian belajar anak-anak Indonesia tidak lagi dinilai dari ketepatan hafalan, melainkan dari kemampuan mereka untuk memahami dan mengolah informasi secara kritis,” ujar Nadiem dalam webinar “Literasi Digital Untuk Indonesia Bangkit” melalui kanal YouTube Kemendikbud RI, Rabu (8/9/2021).
Ia melihat, dari hari ke hari dunia bergerak sangat cepat di mana manusia saling bertukar informasi satu sama lain dipicu oleh perkembangan teknologi. Namun, sambung Nadiem, di balik kecepatan itu ditemukan berbagai resiko negatif, salah satunya hoaks.
Nadiem mengatakan, paparan dari hoaks dapat dengan mudah memberikan dampak jangka panjang kepada anak-anak. Untuk itu, pemerintah perlu mencari cara agar kecepatan dan kecermatan anak-anak dalam menerima berbagai informasi bisa diseimbangkan.
“Oleh karena itu, kita harus mencari cara untuk menyeimbangkan antara kecepatan dan kecermatan, yakni dengan meningkatkan literasi digital, khususnya untuk anak-anak pendidikan usia dini, dasar, dan menengah,” ucapnya.
Terkait pentingnya kemampuan anak dalam berpikir kritis di tengah perkembangan teknologi yang begitu pesat, Nadiem memandang pemerintah, guru, dan orang tua harus bisa menjadikan literasi sebagai kompetensi esensial dalam proses merdeka belajar.
“Kompetensi literasi akan menjadi aspek penilaian Asesmen Nasional (AN),” tuturnya.
Meski demikian, Nadiem mengingatkan bahwa AN bukanlah penentuan dalam kelulusan peserta didik. Tujuan dari AN adalah sebagai pemetaan, sehingga jika ditemukan kekurangan dalam kemampuan literasi peserta didik, maka sekolah dan guru perlu melakukan pendekatan khusus guna meningkatkan literasi pada peserta didik.