close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Aktivis '98 seakan memiliki napas panjang untuk terus menyuarakan kasus pelanggaran HAM berat oleh Prabowo. Alinea.id/Aisya Kurnia
icon caption
Aktivis '98 seakan memiliki napas panjang untuk terus menyuarakan kasus pelanggaran HAM berat oleh Prabowo. Alinea.id/Aisya Kurnia
Nasional
Senin, 18 Desember 2023 10:54

Napas panjang aktivis '98 menyuarakan pelanggaran HAM Prabowo

Ini setidaknya terlihat dari kegiatan bedah Buku Hitam Prabowo Subianto di sela-sela Pilpres 2024.
swipe

Anjing menggonggong, khafilah berlalu. Seperti itulah suara aktivis '98 tentang pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dan penculikan aktivis. Sekalipun membuat calon presiden (capres) Prabowo Subianto geram, tetapi terus isu-isu tersebut pada momentum pemilihan umum (pemilu).

Setidaknya ini terlihat dari kegiatan bedah Buku Hitam Prabowo Subianto. Setelah di Jakarta, acara digelar di sejumlah daerah, seperti Surabaya, Jawa Timur; Serang, Banten; hingga Mataram, NTB.

Eks aktivis '98, Majas Prihatin, menyampaikan, pelanggaran HAM berat adalah persoalan serius. Oleh sebab itu, masalah tersebut harus terus disuarakan, termasuk mengulas Buku Hitam Prabowo Subianto.

Buku tersebut ditulis eksponen '98, Azwar Furgudyama. Buku tersebut terdiri dari 7 bab dan kali pertama diluncurkan pekan lalu dalam rangka memperingati Hari HAM Sedunia, yang diperingati setiap 10 Desember.

"Buku ini mengungkap penculikan aktivis, kerusuhan Mei 1998, dugaan upaya Prabowo melakukan 'kudeta' terhadap Presiden BJ Habibie, serta jejak kelamnya di Timor Leste dan Papua," beber Majas dalam kegiatan bedah Buku Hitam Prabowo Subianto di Mataram, Minggu (17/12).

Ia melanjutkan, buku tersebut juga mengelaborasi atas risiko demokrasi ke depan apabila Prabowo memenangni Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. "Makanya, Pemilu 2024 mendatang harus dijadikan ruang mengevaluasi dan memeriksa rekam jejak para calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) kita."

Baginya, hal wajar apabila kasus pelanggaran HAM berat, termasuk penculikan aktivis '98, selalu muncul pada pemilu dan "membayang-bayangi" Prabowo. Alasannya, Ketua Umum Partai Gerindra itu belum menjalani proses hukum hingga kini sekalipun bukti-bukti yang menunjukkan keterlibatannya amat jelas.

Pengamat politik UIN Mataram, Agus Dedi, membenarkan pernyataan tersebut. Dicontohkannya dengan adanya keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang merekomendasikan pemberhentian Prabowo dari militer. Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kasus Mei 1998 pun mendesak agar ia dibawa ke peradilan militer dan Prabowo mengakui menculik aktivis '98.

Pencawapresan Gibran

Sementara itu, pegiat pemilu dan demokrasi, Hasnu Ibrahim, menyinggung soal proses terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan tersebut membuat putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, dapat maju pada Pilpres 2024 dan menjadi cawapres Prabowo.

Ia menyampaikan, Putusan MK 90 sarat pelanggaran kode etik berat. Ini tecermin dari Putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) Nomor 02/MKMK/L/11/2023, yang akhirnya membuat paman Gibran, Anwar Usman, dicopot dari jabatannya selaku Ketua MK.

"Kita semua berkepentingan agar Pemilu 2024 berjalan secara sehat tanpa adannya cawe-cawe Presiden Jokowi," tegasnya. "TNI-Polri juga harus netral."

Adapun aktivis milenial NTB, Al Mukmin, mengajak masyarakat agar melihat rekam jejak capres-cawapres sebelum memilihnya. "Jangan terjebak dalam narasi-narasi gemoy karena persoalan bangsa ini terlalu kompleks, tidak bisa diselesaikan dengan joget-jogetan," jelasnya.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan