Pemerintah didesak mengutamakan petugas rumah tahanan (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas) sebagai sasaran program vaksinasi Covid-19 tahap kedua, yang ditujukan kepada petugas pelayanan publik. Sebab, penularan Covid-19 di "hotel prodeo" terus terjadi.
"Seharusnya juga memprioritaskan petugas dalam setting tertutup seperti petugas dalam rutan dan lapas, terutama karena buruknya kondisi overcrowding lapas dan rutan. Petugas pemasyarakatan harus masuk dalam prioritas kedua ini," ujar perwakilan koalisi sekaligus peneliti Institute Criminal Justice Reform (ICJR), Maidina Rahmawati, dalam keterangan tertulis, Selasa (9/2).
Berdasarkan pemantauan media per 18 Januari 2021, sebanyak 1.855 orang terinfeksi Covid-19 di 46 UPT pemasyarakatan rutan se-Indonesia. Perinciannya, 1.590 napi,122 sipir, 143 orang tidak diketahui napi/petugas terpapar SARS-CoV-2. Sebanyak empat napi di antaranya meninggal dunia meninggal.
Teranyar, pada Minggu (7/2), sebanyak 52 napi di Lapas Sukamiskin, Bandung, terpapar Covid-19. Padahal, tidak overpopulasi dan masih bisa menerapkan jaga jarak.
Pemerintah telah menetapkan kelompok mana saja yang menjadi prioritas program vaksinasi Covid-19. Merujuk Keputusan Dirjen P2P Kemenkes Nomor: HK.02.02/4/2021, ada empat tahapan.
Pertama, untuk tenaga kesehatan (nakes) sekitar Januari-April 2021; kedua, petugas pelayanan publik Januari-April 2021; ketiga, masyarakat rentan dari aspek geospasial dan ekonomi April 2021-Maret 2022; dan keempat, masyarakat dan pelaku perekonomian dengan pendekatan klaster menyesuaikan ketersediaan vaksin April 2021-Maret 2022.
Maidina menyayangkan langkah pemerintah yang belum memberikan perhatian serius kepada sipir maupun warga binaan dalam program vaksinasi. Padahal, merujuk Panduan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang Strategic Advisory Group of Experts on Immunization (SAGE), fasilitas penahanan termasuk prioritas.
Koalisi pun mendorong Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) kembali mengurangi overkapasitas dengan memberlakukan asimilasi dan integrasi, ttamanya terhadap untuk warga binaan berisiko tinggi, seperti memiliki penyakit bawaan macam jantung hingga gagal ginjal serta dengan keperluan merawat anak, bayi, hingga yang hamil.
Pun demikian dengan napi nonkekerasan dan pengguna narkotika. Mereka perlu dipertimbangkan untuk dibebaskan bersyarat.
Selain itu, koalisi meminta aparat penegak hukum tak melakukan penahanan masif terhadap kasus nonkekerasan, seperti kebebasan berekspresi. “Saatnya sistem peradilan pidana di Indonesia mengoptimalisasi alternatif penahanan nonrutan ataupun bentuk pengawasan lain, misalnya jaminan dan Mahkamah Agung (MA) kepada jajaran hakim mengoptimalkan penggunaan alternatif pemidanaan nonpemenjaraan,” ucapnya.
Koalisi terdiri dari ICJR, Aksi Keadilan, IJRS, LBH Masyarakat, LeIP, PPH Unika Atma Jaya, Dicerna, dan Rumah Cemara