Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin secara pribadi tidak setuju jika harus memulangkan 600 orang WNI ISIS. Dia khawatir langkah tersebut akan berdampak buruk bagi keamanan negara.
Ngabalin menerangkan, sekalipun ratusan WNI itu dipulangkan, sejatinya butuh waktu lama untuk mengembalikan kembali ideologi nasionalisme mereka terhadap tanah air lantaran ideologi mereka telah tercampur dengan akidah yang radikal.
"Anak-anak saja, menurut keterangan BNPT itu membutuhkan waktu tiga tahun delapan bulan untuk memulihkan kembali mereka. Untuk menghidupkan kembali ideologi pancasila, bisa menyanyikan kembali lagu Indonesia itu membutuhkan tiga tahun delapan bulan. Apalagi ini menyangkut ideologi, menyangkut akidah," ujar Ngabalin dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (9/2).
Pandangan pribadi Ngabalin juga didasarkan lantaran WNI eks ISIS telah menganggap NKRI sebagai tagut, mencap NKRI sebagai negara kafir, dan membakar paspor.
Karena itu Ngabalin berpendapat alangkah lebih baik WNI eks ISIS itu tetap ada di Suriah. "Selamat atau tidak selamat mereka di sana, biar itu menjadi urusan mereka pribadi."
"Karena kau sudah menyebutkan negara ini negara tagut, negara kafir sambil membakar paspor. Makan itu kau punya paspor. Jangan lagi membebani negara dan pemerintah, serta rakyat Indonesia dengan rencana pemulanganmu," tegas Ngabalin.
Menurut Ngabalin, pemulihan nasionalisme para WNI eks ISIS akan sulit dilakukan BNPT.
"Saya mau bilang bahwa mereka (BNPT) bukan badan yang dibuat oleh negara untuk menjadi pemadam kebakaran, bukan. Tetapi memang poinnya saya kira, susah bagi Indonesia," ujar Ngabalin.
Berdasarkan pemindaian Ngabalin di berbagai survei 60% masyarakat Indonesia juga tidak ingin WNI eks ISIS tersebut kembali ke tanah air.