Satuan Tugas Khusus Pencegahan Korupsi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Satgasus Pencegahan TPK Polri) menemukan adanya potensi korupsi pada pengelolaan jaminan reklamasi dan pascatambang. Hal ini diketahui selama perjalanan program pencegahan TPK berlangsung pada 2022.
Wakil Kepala Satuan Khusus Pencegahan Korupsi, Novel Baswedan mengatakan, rekening penempatan dana jaminan reklamasi dan pascatambang masih dalam penguasaan pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota. Padahal, seharusnya untuk tambang non-batuan dikelola oleh pemerintah pusat, seperti Direktorat Jenderal Mineral Kementerian ESDM.
“Secara nasional diperkirakan nilainya mencapai triliunan rupiah,” kata Novel dalam keterangan, Senin (2/1).
Novel menyebut, pencatatan hingga pelaporan penempatan jaminan reklamasi dan pascatambang masih jadi isu yang perlu dibahas. Sebab, hal ini belum terselenggara dan terintegrasi dengan baik.
Terdapat pula pada kegiatan pengawasan pengelolaan jaminan reklamasi dan pascatambang yang belum optimal. Hal itu terlihat setelah diberlakukannya Undnag-Undang Nomor 3 Tahun 2020.
Pada aspek kepatuhan perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) juga masih menjadi isu sendiri. Berdasarkan hal ini, masih banyak pihak masih rendah untuk melakukan dan melaporkan kegiatan reklamasi.
“Lembaga atau unit kerja pemerintah di bidang kehutanan dan lingkungan hidup relatif tidak banyak dilibatkan dalam pengelolaan reklamasi dan pascatambang,” ujar Novel.
Salah satu kasus tambang yang kini ditangani adalah dugaan penambangan ilegal di Kalimantan Timur. Kasus ini berdasarkan laporan polisi nomor LP/A/0099/II/2022/SPKT Dirtipidter Bareskrim Polri tanggal 23 Februari 2022 terkait dengan tersangka Ismail Bolong, Budi (BP), dan RInto (RP).
Kasus tambang ilegal itu berlangsung sejak November 2021. Tempat kejadian perkara (TKP) ada di Terminal Khusus PT MTE yang terletak di Kaltim.
Kemudian, lokasi penambangan dan penyimpanan batu bara hasil penambangan ilegal yang juga termasuk dalam Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT SB.
Kini, penyidik kepolisian tengah melakukan pemenuhan petunjuk dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pengembalian berkas baru diterima pada 21 Desember 2022.
Penyidik memiliki target 14 hari untuk memenuhi petunjuk tersebut. Proses ini masih dalam tahap I.
Perkara menunjukkan, Budi berperan sebagai penambang batu bara tanpa izin atau ilegal, Sementara Rinto sebagai kuasa Direktur PT EMP berperan mengatur operasional batu bara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan, dan penguatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP.
Namun, untuk Ismail Bolong berperan mengatur rangkaian kegiatan penambangan ilegal pada lingkungan PKP2B perusahaan lain. Ismail Bolong juga menjabat sebagai komisaris PT EMP yang tidak memiliki izin usaha penambangan untuk melakukan kegiatan penambangan.
Para tersangka disangka melanggar Pasal 158 dan Pasal 161 Undang-undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara jo Pasal 55 ayar 1 KUHP, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.