Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, meminta seluruh pihak untuk bersama-sama memerangi pelaku teror terhadap pegawai lembaga antirasuah.
"Korupsi itu korbannya masyarakat. KPK itu mendapat tanggung jawab untuk melakukan upaya dalam memberantas korupsi. Ketika ada ancaman teror, maka itu harus diperangi secara serius," kata Novel dalam sebuah diskusi di Jakarta pada Kamis, (20/6).
Menurut Novel, sejak aparat penegak hukum menangani kasus penyiraman air keras yang menimpanya, pelakunya dapat dipastikan tidak akan terungkap. Sebab, dia menilai kasus tersebut tidak akan pernah diproses.
"Oleh karena itu saya sampaikan ke publik terkait hal ini. Agar dapat menjadi perhatian kepada orang-orang ada suatu hal yang berbahaya," kata dia.
Novel berpendapat, pola yang dilakukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dalam menangani kasusnya terbilang aneh. “Malah membuat pusing pengungkapan kasus,” ujarnya.
Apalagi dalam proses pembuktian, penyidik dan tim gabungan tidak fokus dalam satu masalah. Mereka terkesan berupaya menggabungkan puluhan perkara yang Novel tangani selama mengejar kasus-kasus di KPK, untuk menemukan motif penyerangan.
Untuk mengungkap kasus yang menimpanya, Novel menjelaskan, polisi lebih baik langsung menangkap pelaku yang melakukan penyiraman air keras secara langsung kepadanya. Setelah itu, mengkaitkan dengan sejumlah kasus korupsi yang pernah ditangani Novel.
"Ketika siapa pun pihak yang menginginkan (informasi) akan saya ceritakan soal motif, latar belakang, siapa oknum di belakangnya, dan lain-lain, saya selalu katakan lebih baik tangkap dulu pelaku lapangannya. Bukankah buktinya harusnya ada,” kata Novel.
“Tapi ketika pelaku lapangan tidak ditangkap bicara motif, saya balik bertanya, dengan motif kalau saya sampaikan dan lain-lain, bukti, soal motif, apakah itu bisa membuktikan pelaku lapangan? Jawabannya pasti tidak.”
Terlebih, jika pengejaran dimulai dari motif dan bukti-bukti yang berasal dari Novel, pelaku justru dapat dengan mudah mengelak. Sebab itu, bukti di lapangan menjadi lebih penting untuk digunakan sebagai petunjuk pengejaran pelaku.
"Saya terus terang prihatin ketika bukti-bukti pentingnya menjadi tidak jelas. Yang seharusnya bukti-bukti penting itu menjadi indikator paling kuat untuk bisa menangkap pelaku lapangan, tentunya apabila itu terjadi itu adalah hal yang buruk sekali," kata Novel.
Penyiraman air keras terhadap Novel terjadi pada 11 April 2017. Penyiraman dilakukan usai Novel melaksanakan Shalat Subuh di masjid tak jauh dari rumahnya. Ketika hendak pulang, Novel tiba-tiba disiram air keras oleh dua pria tak dikenal yang mengendarai sepeda motor.
Cairan itu mengenai wajah Novel. Kejadian tersebut berlangsung cepat. Novel pun tak sempat mengelak. Juga tak seorang pun yang menyaksikan peristiwa tersebut. Sejak saat itu, Novel menjalani serangkaian pengobatan untuk penyembuhan matanya. Ia harus beberapa kali bepergian Indonesia-Singapura untuk menjalani pengobatan. Meski sudah dua tahun, kasus ini belum tuntas.