Nunung, komedian, dan jerat narkoba
Komedian Tri Retno Prayudati alias Nunung bersama suaminya July Jan Sambiran, ditangkap petugas Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya di kediamannya, bilangan Tebet, Jakarta Selatan, pada 19 Juli 2019.
Nunung, yang merupakan salah seorang anggota grup lawak legendaris Srimulat itu terbukti mengonsumsi narkoba jenis sabu. Di kediamannya, polisi menemukan barang bukti satu klip berisi sabu seberat 0,36 gram.
Nama Nunung menambah daftar komedian tanah air yang terjerat kasus narkoba. Sebut saja Polo, Gogon, Doyok, dan Tessy, kolega Nunung di Srimulat yang pernah berurusan dengan hukum, karena narkoba. Pelawak tunggal atau stand up comedy Mudy Taylor dan Reza Bukan, tahun lalu juga terjerat barang haram itu.
Penangkapan yang berlebihan
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat Ricky Gunawan menganggap penangkapan Nunung berlebihan dan cenderung merendahkan profilnya, karena mengumbar dan mempermalukannya di hadapan publik.
Ricky mengatakan, penangkapan Nunung justru menunjukkan kelemahan aparat penegak hukum, yang cuma mampu menyasar pemakai narkoba, bukan bandar kelas kakap.
“Penangkapan bersifat bombastis, sensasional, dan memanfaatkan (kepopuleran) artis saja. Salah fokus dan salah sasaran,” tutur Ricky saat dihubungi Alinea.id, Kamis (25/7).
Dalam penangkapan Nunung, Ricky menilai penegak hukum sekadar fokus mencari sensasi dan panggung. Padahal, kata dia, pemakai narkoba membutuhkan dukungan dan akses layanan ketergantungan, bukan malah memojokannya.
“Pernyatan-pernyataan (Nunung) di hadapan publik dalam konferensi pers, seperti bilang saya bersalah, saya bodoh, itu justru merendahkan diri mereka dan tidak bermanfaat untuk mendestigmatisasi pemakai narkotika,” ucapnya.
Senada dengan Ricky, komika Pandji Pragiwaksono pun menyayangkan penangkapan yang diiringi pertunjukan memamerkan dan mempermalukan. Padahal, yang ditangkap itu bukan bandar maupun pengedar, melainkan pengguna.
Menurut Pandji, setelah ditangkap dan dihukum, aparat pun malah memanfaatkan artis atau pelawak mantan pengguna narkoba sebagai pamflet kampanye antinarkotika.
“Saya menyisipkan kritik serupa dalam film yang saya sutradarai. Judulnya Partikelir. Karena saya merasa aneh ketika teman-teman saya menggunakan (narkotika) dipermalukan, seakan-akan mereka yang jualan,” ujar Pandji saat dihubungi, Kamis (25/7).
Dihubungi terpisah, komedian Indrodjojo Kusumonegoro alias Indro Warkop menilai, penangkapan Nunung tak ada kaitannya dengan profesinya sebagai seorang pelawak. Indro menganggap, komedian yang mengonsumsi narkoba itu perkara cara berpikir dan manajemen diri.
“Anggota DPR saja banyak yang kena kok. Ini kembali pada ke pribadi orang masing-masing,” ujar Indro saat dihubungi, Rabu (24/7).
Indro pun menegaskan, sejak Warkop masih eksis, ia sudah punya komitmen antinarkoba. Menurutnya, narkoba merupakan hal terberat yang bisa merusak bangsa.
“Saya hanya meneruskan. Ya pelajaran saja untuk saya,” tutur Indro.
Menambah stamina dan beban kerja
Sementara itu, Kepala Biro Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) Sulistyo Pudjo mengatakan, tuntutan pekerjaan dan lingkaran pergaulan pelawak atau artis turut melahirkan kebiasaan mengonsumsi narkotika.
Rutinitas padat pun ikut mendorong para penghibur menyiasati kelelahan dengan meminum suplemen. Namun, terkadang bujuk rayu pengedar narkoba menjerumuskan mereka dalam belenggu.
“Tergiur dengan alasan ini (narkoba) doping yang lebih mantap. (Efek) dopingnya berbeda dengan minuman-minuman itu. Akhirnya salah jalan,” tutur Pudjo saat dihubungi, Rabu (24/7).
Pudjo menegaskan, efek stamina dari mengonsumsi narkoba hanya menipu syaraf. Maka, kalau pengaruhnya hilang, badan akan semakin lelah.
Oleh karenanya, ia lebih menyarankan agar istirahat teratur dan mengambil kesempatan cuti. Terkait Nunung yang telah mengonsumsi narkoba lebih dari tiga kali, Pudjo memastikan syarafnya sudah memasuki fase ketagihan.
Psikolog dan pendiri Personal Growth Ratih Ibrahim mengatakan, terjeratnya Nunung dalam lingkaran narkoba karena beban kerja dan kejar tayang yang padat, sedangkan dirinya harus selalu tampil prima.
“Dia mungkin sudah kelelahan atau mood drop, dia butuh stimulan untuk kembali berada di puncak,” tutur Ratih saat dihubungi, Rabu (25/7).
Ratih juga mengatakan, lingkaran pergaulan sangat berpengaruh dalam mengenalkan sekaligus melapangkan akses menuju lingkaran pengguna narkoba.
Hidup tak selamanya lucu
Peneliti Victoria Ando, Gordon Claridge, dan Ken Clark dalam tulisannya “Psychotic Traits in Comedians” yang terbit di British Journal of Psychiatry (2014), memandang, profesi komedian erat kaitannya dengan psikologi.
Menurut mereka, berdasarkan pengamatan klinis, sesekali tingkat gangguan kejiwaan seorang komedian tampak tinggi. Namun, lantaran penelitian sistematis tentang topik ini masih sangat langka, maka kesimpulannya masih seputar pengaruh apresiasi penonton terhadap humor yang disajikan.
Victoria, Gordon, dan Ken menulis, meski komedian yang berselera humor bagus dianggap punya kehidupan yang menyehatkan, tetapi adaptasi teori keganjilan dalam humor sebagai proses kreatif dinilai sangat mirip dengan mengkarakterisasi gaya kognitif orang psikosis, baik skizofrenia maupun bipolar.
Misalnya, tulis Victoria, Gordon, dan Ken, bagaimana teori keganjilan menggambarkan penjajaran dua kerangka referensi yang biasanya tak sesuai, tetapi dipaksakan ditempatkan bersama untuk menciptakan humor.
“Sangat mudah untuk melihat bagaimana ini dapat menjelaskan hubungan antara sisi manik gangguan bipolar dan kinerja pelawak, difasilitasi melalui sinergi suasana hati yang sangat tinggi dan ide yang berubah dengan cepat. Contoh penting di sini adalah komedian Inggris Spike Milligan, yang mengalami manik depresi sepanjang hidupnya,” tulis Victoria, Gordon, dan Ken.
Di sisi lain, perkara Nunung, psikolog klinis Liza Marielly Djaprie mengungkapkan, zat adiktif narkoba, efeknya mirip obat-obatan psikiatri yang mampu meredam cemas. Selain itu, sebagai pelawak, Nunung dituntut harus selalu memasang wajah cerita, tanpa beban masalah.
“Yang namanya hidup tidaklah sempurna dan enggak lucu terus-terusan, tapi nitizen enggak mau tahu, sebagai artis kau (harus) tetap hepi, tetap lucu. Kadang (demi) menutupinya, barang-barang tersebut (narkoba) dipakai ketika mereka lagi stres, agar tetap senyum, dan merasa tenang,” ujar Liza saat dihubungi, Kamis (25/7).
Liza mengatakan, kemungkinan Nunung mengalami penumpukan stres akibat beban berat profesi. Jalan pintas, kata Liza, lalu diambil dengan mengonsumsi narkoba demi kedamaian dan ketenangan sesaat.
Dihubungi terpisah, psikolog klinis dan forensik Kasandra Putranto menuturkan, ketergantungan terhadap zat adiktif terkait dengan gangguan fungsi otak. Biasanya, kata dia, adiksi muncul bersama dengan depresi.
Akan tetapi, Kasandra mengatakan, Nunung memakai narkoba belum tentu karena depresi. Tekanan acap kali dijadikan alasan untuk lari ke narkoba.
“Tetapi apakah itu alasannya? Harus melalui pemeriksaan,” tutur Kassandra saat dihubungi. Rabu (24/7).
Pandji Pragiwaksono mengakui, terkadang perasaan depresi menyergap dirinya karena persoalan kepercayaan diri, berbagai pekerjaan, dan tuntutan menghibur penonton.
“Saya rasa ada alasan yang berbeda-beda, ada yang benar-benar butuh tenaga, ada yang merasa depresi, ada yang memang butuh kepercayaan diri, dan alasan setiap orang berbeda-beda,” ujar Pandji.