close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Relawan organisasi Pelmas BPD Bekasi GBI bersama Tagana Rajawali membagi-bagikan makan siang gratis kepada pengemudi ojek online, di Bekasi, Jawa Barat, Kamis (2/4/2020)/Foto Antara/Suwandy.
icon caption
Relawan organisasi Pelmas BPD Bekasi GBI bersama Tagana Rajawali membagi-bagikan makan siang gratis kepada pengemudi ojek online, di Bekasi, Jawa Barat, Kamis (2/4/2020)/Foto Antara/Suwandy.
Nasional
Rabu, 10 Juni 2020 09:57

Ojol boleh bawa penumpang, MTI: Hanya untungkan aplikator

Ojek daring yang membawa penumpang, dinilai tidak memenuhi kriteria jaga jarak fisik.
swipe

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memperbolehkan ojek daring membawa penumpang asal mengikuti protokol kesehatan.

Hal itu tertuang dalam Surat Keputusan Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta Nomor 105 Tahun 2020 tentang Pengendalian Sektor Transportasi untuk Pencegahan Covid-19 di Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif.

Menanggapi itu, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno, menilai, ojek daring yang membawa penumpang, tidak memenuhi kriteria jaga jarak fisik. Kendati diberikan penyekat, tetapi itu juga belum mendapat sertifikat SNI.

“Membolehkan ojek daring membawa penumpang, menunjukkan lemahnya perlindungan terhadap kesehatan bagi pengemudi dan penumpang. Namun sangat menguntungkan aplikator,” ucapnya dalam keterangan tertulis, Rabu (10/6).

Apalagi hingga saat ini, instansi berwenang belum malakukan uji coba. Imbasnya, keselamatan pengemudi dan penumpang dipertaruhkan.

“Sangat berisiko tertular virus antara pengemudi dan penumpang. Protokol kesehatan ojek daring siapa yang membuat? Apakah sudah dapat rekomendasi dari ahli kesehatan dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19? Siapa yang mengawasi penerapan protokol kesehatan di lapangan? Saat ini ada sekitar 1 juta pengemudi ojek daring se-Jabodetabek,” tutur Djoko.

Itulah sebabnya Djoko menegaskan, kebijakan memperbolehkan ojek daring membawa penumpang lebih menguat karena kepentingan politis dan bisnis belaka. Kebijakan memperbolehkan ojek daring membawa penumpang jelas mengabaikan kepentingan kesehatan.

Bahkan, kata dia, seharusnya tidak bisa dibenarkan meski berdalih untuk membantu kesejahteraan pengemudi yang berpendapatan minim. Jika suatu saat ada yang tertular melalui aktivitas ojek daring, bisa jadi masyarakat sipil akan menuntut instansi yang membolehkan dan mengusulkannya.

“Berdasarkan pengakuan pengemudi ojek daring, mereka tidak takut mati. Namun mereka takut akan penularan coronavirus dari penumpang yang tidak taat aturan protokol kesehatan. Sakitnya itu yang ditakuti sebagian pengemudi ojek daring,” ujar Djoko.

img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan