close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Gedung Ombudsman RI Jakarta Januari 2018/Google Maps Aqua Penyok
icon caption
Gedung Ombudsman RI Jakarta Januari 2018/Google Maps Aqua Penyok
Nasional
Selasa, 27 September 2022 08:58

Produk impor hortikultura masih ditahan, Ombudsman bakal lakukan sidak

Ombudsman sampaikan tindakan korektif Kementan soal penahanan produk impor hortikultura.
swipe

Ombudsman RI meminta agar Menteri Pertanian memerintahkan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) untuk segera mengeluarkan barang impor produk hortikultura milik pelapor yang telah ditahan pada saat tiba di tempat pemasukan mulai 27 Agustus-30 September 2022. Ini terkait dengan penahanan produk impor hortikultura di Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Belawan.

Pengeluaran produk impor hortikultura yang ditahan tersebut merupakan tindakan korektif pertama dari Ombudsman terhadap perkara ini. Hal ini tertuang dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) kepada Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, terkait dugaan maladministrasi dalam penahanan dan penolakan produk impor hortikultura.

"Adapun proses pengeluaran ini didahului dengan uji laboratorium guna memastikan keamanan pangan. Terkait poin ini, Ombudsman memberikan waktu selama lima hari kerja kepada Kementan untuk melaksanakan tindakan korektif dan melaporkan hasil pelaksanannya kepada Ombudsman," ujar Yeka dalam keterangannya, dikutip Selasa (27/9).

Yeka mengungkapkan, hingga saat ini produk yang ditahan tersebut belum dilepas. Padahal, pihak Kementerian Pertanian pada Kamis (22/9) telah memberikan solusi bersyarat dengan mengizinkan pengeluaran barang impor produk hortikultura yang belum memiliki Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH), namun telah mengantongi Surat Persetujuan Impor (SPI). 
 
“Ombudsman akan menerjunkan tim untuk sidak. Ombudsman mempertanyakan mengapa sudah dilakukan uji laboratorium dan tidak ada masalah, namun barang masih belum dilepaskan oleh Barantan," ujar Yeka.

Selanjutnya, imbuh Yeka, Ombudsman juga meminta agar Kemenko Bidang Perekonomian, Kementan dan Kemendag melakukan koordinasi dan harmonisasi kebijakan terkait prosedur dan mekanisme importasi produk hortikultura pada saat belum tersedianya Neraca Komoditas. Harmonisasi kebijakan ini dilakukan dengan acuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.

Sebab, menurut Yeka, dalam kasus penahanan dan penolakan produk impor hortikultura ini terjadi disharmoni regulasi kebijakan impor produk hortikultura. Yeka menilai, RIPH memiliki tujuan yang baik atas keamanan pangan, namun tidak memiliki kepastian hukum yang kuat.

Sehingga, lanjut Yeka, disharmonisasi peraturan ini mengakibatkan terjadinya perbedaan penafsiran dalam pelaksanaannya. Hal ini juga menyebabkan ketidakpastian hukum setta ketidakjelasan standar pelayanan dalam kegiatan tata niaga importasi produk hortikultura yang diterima masyarakat pelaku usaha.

“Karena PP Nomor 26/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian tidak mengatur ketentuan mengenai Rekomendasi Impor Produk Hortikultura apabila Neraca Komoditas belum tersedia. Hal ini menimbulkan disharmoni peraturan pelaksana lainnya,” tutur Yeka. 

Adapun tindakan korektif ketiga, yakni meminta Kemenko Bidang Perekonomian untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Paket Kebijakan Ekonomi XV, yang terkait dengan pergeseran pemeriksaan Border ke Post Border pada produk hortikultura. Hal itu diperlukan guna mendukung kelancaran arus barang ekspor dan impor di Pelabuhan.

"Ombudsman memberikan waktu selama 60 hari kerja kepada para pihak untuk menindaklanjuti tindakan korektif kedua dan ketiga, serta melaporkan setiap perkembangannya kepada Ombudsman," ucap Yeka.

Sebelumnya, pada 9 September 2022 Ombudsman menerima laporan masyarakat dari para pelaku usaha (importir), yang menyampaikan pengaduan dan keberatan atas penahanan produk impor hortikultura oleh Barantan dengan alasan tidak memiliki RIPH di Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak dan Belawan. Padahal, mereka sudah memiliki SPI dari Kemendag.

Pelapor merupakan pelaku usaha yang mengimpor produk hortikultura seperti jeruk mandarin, lemon, anggur, cabai kering, dan lengkeng. Dampak ditahannya produk impor hortikultura telah menimbulkan kerugian bagi pelaku usaha. 

Produk impor hortikultura yang tertahan hingga 14 September 2022 mencapai 1.477 ton dengan nilai barang mencapai Rp. 31,5 miliar. Selain itu, tertahannya produk tersebut, membuat pelaku usaha harus mengeluarkan biaya tambahan seperti biaya penumpukan, biaya listrik dan biaya demurrage di pelabuhan yang mencapai Rp 3,2 miliar.

img
Gempita Surya
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan