Seorang pasien di National Hospital Surabaya menjadi korban pelecehan seksual saat dia berada pada kondisi setengah sadar. Ironisnya, pelaku ialah oknum perawat rumah sakit tersebut.
Kasus itu pun berujung pada laporan ke kepolisian. Selanjutnya polisi meringkus pelaku berinisial Jun (30) setelah sempat kabur dari rumahnya di kawasan Jagalan, Sidoarjo Jawa Timur.
Komisioner Ombudsman RI Ahmad Suaedy mengaku tidak pernah mendapatkan laporan pelecehan seksual di lingkungan rumah sakit. Namun, ia menganggap peristiwa di Surabaya layaknya kunci kotak Pandora untuk membuka kasus-kasus serupa di berbagai rumah sakit. Termasuk merangsang masyarakat untuk berani melapor ke Ombudsman.
“Kasus-kasus pelecehan seksual di rumah sakit dan tempat kesehatan sulit sekali terungkap. Ini karena pelecehan seksual bersifat privasi, apalagi budaya kita tidak berani bicara soal ini. Setelah adanya kasus ini, ternyata cukup banyak yang merasa terwakili dan kemudian membuka penderitaan mereka selama ini,” terang Ahmad dalam forum diskusi bertajuk ‘Hospital tapa Hospitality’ di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (27/1).
Peneliti senior di Wahid Institute itu berjanji akan memproses laporan pelecehan seksual yang dilakukan oleh siapapun. Ahmad juga memastikan akan menutup rapat identitas korban.
“Kami mengimbau kepada mereka yang pernah menjadi korban (pelecehan seksual) silahkan untuk mengadu ke 137. Gratis, kita akan merahasiakan namanya,” paparnya.
Sebelumnya, Komisi IX DPR berencana memanggil Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), organisasi rumah sakit, pengawas rumah Sakit, organisasi perawat, dan Pendidikan Tinggi (Dikti) dalam rapat dengar pendapat (RDP).
“Kasus ini kan ketahuan, karena dia (korban) melapor, kalau yang tidak melapor bagaimana? Komisi IX DPR menekankan pada regulasinya. Regulasinya harus dibuat dan dilaksanakan. Harus ada komitmen terhadap masyarakat dan negara lewat regulasi itu penting, agar ada efek jera,” ujar anggota Komisi IX, Irma Suryani.