Ombudsman meminta Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Himawan Arief Sugoto, memberikan dokumen hak guna usaha (HGU) kepala sawit di beberapa provinsi kepada Forest Watch Indonesia (FWI). Pangkalnya, FWI belum juga menerimanya sejak putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap hingga kini.
Ombudsman menerbitkan rekomendasi demikian lantaran langkah Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kementerian ATR/BPN yang tidak juga menyerahkan informasi yang diminta dinilai sebagai malaadminstrasi. FWI meminta data HGU sawit se-Kalimantan guna keperluan studi perkembangan sawit di "Pulau Borneo".
"Sejak putusan Mahkamah Agung (MA) bahkan telah melalui tingkat upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali (PK), pelapor masih belum kunjung mendapatkan informasi meskipun telah terdapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," ucap Ketua Ombudsman, Mokhammad Najih.
Rekomendasi Ombudsman ini diteken 30 Desember 2022 dan telah disampaikan secara tertulis melalui surat Ketua Ombudsman tertanggal 9 Januari 2023. "Sebagai bentuk akuntabilitas kepada publik, rekomendasi ini perlu diberitahukan kepada media massa untuk dapat ikut serta dan berpartisipasi mengawal pelaksanaan rekomendasi Ombudsman demi pelayanan publik yang lebih baik dan optimal," tuturnya.
Kepala Keasistenan Utama Resolusi dan Monitoring Ombudsman, Dominikus Dalu, menambahkan, sesuai hasil upaya resolusi dan pemantauan sesuai kewenangan yang diatur, FWI memiliki kedudukan hukum (legal standing). Ini seperti tertuang dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang (UU) Nomor 37 Tahun 2008.
"Oleh sebab itu, secara substansi, telah memperoleh pemeriksaan, termasuk pengujian mengenai kerahasiaan informasi yang diminta pelapor, maka demi kepastian hukum dan penghormatan terhadap putusan pengadilan, Kementerian ATR/BPN wajib memberikan informasi tersebut," tuturnya.
"Kemudian, Ombudsman juga telah melakukan serangkaian proses tindak lanjut berupa pemeriksaan dan upaya resolusi dan monitoring. Namun, Kementerian ATR/BPN, dalam hal ini PPID Kementerian ATR/BPN, belum memberikan informasi tersebut," sambungnya, melansir situs web Ombudsman.
Dominikus mengingatkan, Kementerian ATR/BPN berkewajiban memberikan dokumen HGU kebun sawit di Kalimantan kepada FWI sebagai bentuk pelayanan publik yang baik kepada masyarakat dan ketaatan atas putusan pengadilan dan kepastian hukum. Apalagi, rekomendasi Ombudsman juga wajib dijalankan.
"Pasal 38 ayat (1) dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI menyatakan, bahwa terlapor dan atasan terlapor wajib melaksanakan rekomendasi Ombudsman RI," tegasnya. Kementerian ATR/BPN diberikan waktu maksimal 60 hari untuk melaksanakan rekomendasi, yang diatur dalam Pasal 38 ayat (4) UU Ombudsman.
Kasus ini bermula pada 16 September 2015. Kala itu, FWI mengajukan permohonan informasi HGU sawit se-Kalteng kepada Kementerian ATR/BPN. Lantaran tidak ditanggapi, pemohon mengajukan surat keberatan kepada Kementerian ATR/BPN, 5 Oktober 2015.
Hingga batas waktu yang telah ditentukan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), 10 plus 7 hari kerja dengan pemberitahuan tertulis, PPID Kementerian ATR/BPN masih juga tidak memberikan tanggapan. FWI lantas mengajukan sengketa informasi publik kepada Komisi Informasi Pusat (KIP).
Proses sidang di KIP berlangsung 9 kali selama 11 bulan, Desember 2015-Juli 2016, dan Kementerian ATR/BPN mangkir 3 kali. KIP pada 22 Juli 2016 akhirnya menerbitkan Putusan Nomor 057/XII/KIP-PSM-A/2015.
Sepekan berselang, 9 Agustus 2016, Kementerian ATR/BPN menggugat putusan KIP tersebut melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Setelah melalui sidang selama 5 bulan, 9 Agustus-23 Desember 2016, PTUN Jakarta mengeluarkan Putusan Nomor 2/G/KI/2016/PTUN-JKTyang memperkuat vonis KIP.
Kementerian ATR/BPN tidak terima dan akhirnya mengajukan kasasi kepada MA. Penyelesaian sengketa berjalan sekitar 4 bulan, 23 Desember 2016-6 Maret 2017.
Pemerintah lagi-lagi kalah. Pada 9 Maret 2017, MA memutuskan menolak kasasi Kementerian ATR/BPN. Artinya, data HGU perkebunan sawit merupakan dokumen publik dan dapat diakses masyarakat.
Lima bulan pasca-putusan MA berkekuatan hukum tetap, 22 Agustus 2017, FWI mengadukan Kementerian ATR/BPN kepada Ombudsman lantaran tidak menjalankan keputusan pengadilan. Ombudsman merespons melalui surat Nomor B/495/LM.09.K6/0750.2017/VI/2019 tertanggal 21 Juni 2019.
Dalam surat itu, Ombudsman menyampaikan perkembangan penyelesaian laporan. Isinya, menerbitkan laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) pada 2 April 2019 dan menyimpulkan Kementerian ATR/BPN melakukan malaadministrasi.
Oleh sebab itu, Menteri ATR/BPN diminta melakukan tidakan korektif. Pertama, menyusun mekanisme pemberian informasi HGU untuk dapat digunakan sebagai pedoman bagi pelapor secara khusus dan masyarakat secara umum serta kedua, memberikan informasi HGU kepada pelapor.
Ombudsman memberikan waktu 30 hari kepada Kementerian ATR/BPN untuk menyampaikan laporan pelaksanaan LAHP sejak dokumen tersebut diterima. Ombudsman juga memantau pelaksanaan LAHP melalui surat kepada Kementerian ATR/BPN, 8 Mei 2019. Namun, tidak juga ditanggapi sampai sekarang.