close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Gedung Ombudsman RI Jakarta Januari 2018/Google Maps Aqua Penyok
icon caption
Gedung Ombudsman RI Jakarta Januari 2018/Google Maps Aqua Penyok
Nasional
Kamis, 08 April 2021 17:23

Ombudsman serahkan kajian cepat tata kelola BBL ke KKP

Latar belakang kajian dari hasil deteksi dini penelusuran informasi yang mengarah pada potensi malaadministrasi.
swipe

Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menyampaikan hasil rapid assessment terkait tata kelola ekspor benih bening lobster (BBL) kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kamis (8/4). Penyerahan dilakukan di Kantor ORI, Jakarta Selatan.

Anggota ORI, Yeka Hendra Fatika, mengatakan, rapid assessment yang dilakukan sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan di Wilayah Indonesia.

Menurutnya, latar belakang kajian dari hasil deteksi dini penelusuran informasi yang mengarah pada potensi malaadministrasi.

"Empat potensi maladminitrasi yang ditemukan. Pertama, adanya diskriminasi pemenuhan kriteria sebagai nelayan penangkap BBL, serta proses penetapan eksportir BBL dan nelayan BBL. Kedua, adanya permintaan imbalan pada pemenuhan persyaratan teknis penetapan eksportir BBL, dan penetapan nelayan penangkap BBL," katanya.

Dia menerangkan, temuan ketiga adanya tindakan sewenang-wenang dari eksportir BBL dalam penentuan skema kerja sama atau pola kemitraan dengan nelayan penangkap BBL. Keempat, ada potensi penyalahgunaan wewenang dari Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP dan eksportir BBL atas penetapan harga BBL yang menggunakan kriteria harga patokan terendah.

Pada 15 Februari 2021, ORI telah menyampaikan hasil temuan kajian dan memberikan dua opsi saran untuk KKP. Pertama, mencabut atau merevisi Permen KP 12/2020 dan merancang peraturan baru yang mengatur ekspor BBL dalam batas waktu tiga tahun.

"Dengan evaluasi per tahun oleh BUMN Perikanan, serta  mengatur peruntukan sebagian keuntungan untuk pengembangan budidaya," ucap Yeka.

Opsi kedua, merevisi Permen KP 12/2020 dengan membatasi ekspor hanya untuk lobster hasil budidaya oleh pelaku swasta. Selain itu, mengkaji dan membentuk sovereign wealth fund khusus komoditi hasil laut dan memanfaatkan dananya untuk mendanai riset serta pengembangan budidaya lobster dan produk perikanan lainnya.

Menanggapi itu, Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan KKP, Rina, mengatakan, Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono telah memutuskan saat ini tidak mengizinkan ekspor BBL. Kata dia, hanya diperbolehkan ekspor lobster dan tangkapan laut sesuai standar ukuran konsumsi.

"Sehingga yang dipilih adalah opsi kedua saran dari Ombudsman, yaitu merevisi Peraturan Menteri KP Nomor 12 Tahun 2020.  Kami juga akan mengarah pada penggunaan teknologi yang lebih baik, sehingga Indonesia dapat menjadi pemain lobster kelas dunia," ujarnya.

Dalam hal pengawasan, Rina menyatakan, pihaknya akan bersiaga mengawal agar tidak ada benih lobster yang ke luar negeri secara ilegal. "Pak Menteri Kelautan dan Perikanan sudah bersurat kepada Bapak Kapolri untuk menjaga agar benih lobster tidak keluar secara ilegal. Agar dapat fokus pada budidaya lobster yang menyejahterakan masyarakat kelautan Indonesia," imbuhnya.

Mendengar hal tersebut, sesuai prosedur ORI akan melakukan monitoring tindak lanjut pelaksanaan Saran ORI. "Dalam dua bulan ke depan akan dilaksanakan serangkaian diskusi publik terkait monitoring revisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan di Wilayah Indonesia," tutup Yeka.

img
Akbar Ridwan
Reporter
img
Achmad Rizki
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan