close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ombudsman mendapati sejumlah fakta saat mengusut konflik Pulau Rempang, salah satunya BP Batam tak mempunyai HPL. Dokumentasi YLBHI
icon caption
Ombudsman mendapati sejumlah fakta saat mengusut konflik Pulau Rempang, salah satunya BP Batam tak mempunyai HPL. Dokumentasi YLBHI
Nasional
Jumat, 29 September 2023 09:59

Ombudsman usut konflik Pulau Rempang: BP Batam tak punya HPL

Pemkot Batam, BP Batam, dan instansi terkait diminta melakukan dialog dengan musyawarah terkait proyek Rempang Eco City.
swipe

Ombudsman RI mendapati sejumlah fakta terkait kasus penggusuran paksa masyarakat adat Pulau Rempang, Kepulauan Riau (Kepri). Ribuan warga terancam terusir dari kampung halamannya karena terdampak program strategis nasional (PSN), Rempang Eco City.

Salah satu fakta yang didapati Ombudsman adalah Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) hingga kini belum mengantongi sertifikat hak pengelolaan lahan (HPL) Pulau Rempang dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sebab, masih dikuasai masyarakat.

"Hak pengelolaan yang dimohonkan pihak BP Batam belum diterbitkan dengan alasan lahan belum clean and clear karena masih dikuasai oleh masyarakat," ujar anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro.

Kendati begitu, BP Batam telah mengantongi hak pengelolaan untuk lahan area penggunaan lain (APL) dari BPN. Surat keputusan tertanggal 31 Maret 2023 itu akan berakhir pada akhir bulan ini dan dapat diperpanjang berdasarkan permohonan BP Batam.

Kemudian, Ombudsman juga mendapati fakta bahwa masyarakat adat Pulau Rempang menolak direlokasi karena sudah turun-temurun tinggal di sana. "Selain itu, juga tidak adanya jaminan terhadap mata pencarian warga," ucapnya.

Temuan lain atas investigasi Ombudsman, ungkap Johanes, belum ada dasar hukum tentang ketersediaan anggaran, baik untuk kompensasi maupun program secara keseluruhan. "Memerlukan dasar hukum agar program berjalan."

Kemudian, Pemerintah Kota (Pemkot) Batam belum menetapkan batas seluruh perkampungan tua di Batam. Selanjutnya, masyarakat mengeluhkan kehadiran kepolisian saat sosialisasi.

"Berdasarkan keterangan warga Pulau Rempang, adanya kehadiran aparat keamanan yang bersenjata lengkap berdampak kepada tekanan psikis dan rasa khawatir warga," jelasnya, mengutip laman Ombudsman.

"Kami meminta Kepolisian Resor Barelang segera membebaskan atau memberikan penangguhan penahanan bagi warga yang masih ditahan sesuai ketentuan," imbuhnya. Setidaknya 35 warga ditetapkan sebagai tersangka saat konflik antara masyarakat adat dengan aparat, 7 September 2023.

Ombudsman pun meminta Pemkot Batam, BP Batam, dan seluruh instansi terkait lainnya agar melakukan dialog atau musyawarah dengan masyarakat serta tokoh-tokoh adat secara persuasif tanpa mengerahkan aparat. Pemkot Batam juga disarankan terlibat aktif memulihkan stabilitas perekonomian dengan menjamin adanya pasokan pangan ke warung-warung milik warga.

Selain itu, Pemkot Batam dan BP Batam direkomendasikan menyampaikan langsung kepada warga tentang penundaan relokasi, baik lisan maupun tertulis. Ombudsman pun bakal melakukan permintaan keterangan lanjutan kepada sejumlah pihak terkait.

img
Fatah Hidayat Sidiq
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan