Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah celah dalam dalam pelaksanaan ibadah haji pada tahun 2022. Hal ini disampaikan dalam sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (20/6).
Ketua BPK, Isma Yatun mengatakan, poin pertama terkait regulasi mengenai kuota haji baik lanjut usia maupun pembimbing kelompok bimbingan ibadah haji dan umrah (KBIHU) dan petugas haji daerah. Kedua, terkait perhitungan dan pendistribusian kuota haji ke provinsi dan kabupaten atau kota.
"(Perhitungan dan pendistribusian kuota haji) belum sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler," katanya di sidang paripurna, Selasa (20/6).
Maka dari itu, Isma memberikan sejumlah saran. Rekomendasi itu supaya pemerintah dapat memberikan penetapan soal kuota haji tersebut.
Tujuannya, agar jumlah kuota jemaah haji lanjut usia, pembimbing KBIHU dan petugas haji daerah teratur. Sehingga, dapat berjalan dengan lebih baik perjalanan ibadah haji.
Apalagi, BPK telah memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2022. Maka diharapkan, program selanjutnya bisa lebih baik.
“Serta, menghitung kuota per provinsi/kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan,” ucapnya.
Sementara, Ketua DPR RI Puan Maharani menerima ikhtisar Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) tahun 2022 oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). Selanjutnya sesuai Undang-Undang No 42 tahun 2014, DPR memiliki kewajiban menindaklanjuti hasil pemeriksaan tersebut.
"Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat disampaikan oleh BPK kepada DPR RI dan DPD RI selambat-lambatnya 2 bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah pusat," ujar Puan saat memimpin rapat paripurna di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/6).
Selain itu, BPK turut menyampaikan Laporan Hasil Review Pelaksanaan Transparansi Fiskal yang secara umum menunjukkan Pemerintah telah memenuhi sebagian besar kriteria transparansi fiskal berdasarkan praktik terbaik internasional.
Dalam ikhtisar tersebut juga memuat temuan pemeriksaan yang secara keseluruhan bernilai Rp 25,85 triliun dengan rincian temuan terkait ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan (3E) sebesar Rp11,2 triliun, serta temuan ketidakpatuhan Rp 14,65 triliun.
Opini WTP tersebut merupakan hasil pemeriksaan terhadap 82 Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) dan Laporan keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) menunjukkan opini WTP atas 81 LKKL dan LKBUN.
Ada pun satu LKKL, yaitu Laporan Keuangan (LK) Kementerian Komunikasi dan Informatika Tahun 2022 memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
Opini WTP atas LKPP Tahun 2022 berdasarkan opini atas LKKL dan LK BUN tersebut, termasuk opini WDP pada LK Kementerian Komunikasi dan Informatika yang tidak berdampak material terhadap kewajaran LKPP Tahun 2022.