Organisasi Angkutan Darat atau Organda menolak rencana pemerintah yang akan membentuk Badan Otoritas Transportasi untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Pasalnya, lembaga atau badan serupa sudah sudah ada. Hanya, kinerjanya saja yang belum optimal.
“Manfaatkan lembaga formal dan struktur yang ada seperti Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ)," kata Suripno kepada Alinea.id di Jakarta pada Senin, (4/3).
Suripno menjelaskan, BPTJ yang kini sudah ada berperan untuk menangani masalah transportasi di wilayah Jabodetabek. Namun demikian, perannya belum maksimal karena tidak melibatkan unsur pemerintah daerah.
Karena itu, menurutnya, hal yang perlu dilakukan saat ini adalah dengan memperkuat kewenangan BPTJ yang berada di bawah Kementerian Perhubungan. Caranya, meningkatkan status badan tersebut menjadi direktorat jenderal (Ditjen). Setelah itu, untuk lebih memperkuat peran BPTJ bisa langsung dibentuk peraturan pemerintah (PP) pembinaan transportasi.
"Enggak usah pakai begini (badan otoritas)," ucap Suripno.
Dia khawatir, pembentukan badan baru adhoc tidak akan efektif. Mengingat, badan tersebut bisa dibubarkan bila ada pemerintahan yang baru. Sebaliknya, jika dibentuk direktorat sendiri, tidak mudah bagi siapa pun untuk membubarkannya. Sebab, badan tersebut berada di bawah kementerian yang sifatnya permanen.
Selain itu, kata Suripno, pembentukan badan otoritas transportasi berpotensi melanggar Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angutan Jalan. “Kalau mau dibentuk ya terpaksa diubah dulu undang-undangnya,” ujarnya.
Berbeda dari Suripno, Ketua Dewan Transportasi Kota DKI Jakarta, Iskandar Abubakar optimistis pembentukan Badan Otoritas Transportasi tidak banyak melanggar undang-undang. Masih ada waktu cukup panjang untuk memikirkan formula yang tepat untuk membuat payung hukum pembentukan badan tersebut.
Menurutnya, jika ingin mengubah semua undang-undangnya tidak mungkin dilakukan dalam waktu singkat. Sebagai jalan keluarnya, kata Iskandar, pemerintah bisa membuat peraturannya melalui keputusan presiden.
“Nanti itu kan dibentuk badan otoritas dengan keputusan presiden, artinya dia sangat kuat. Bila bertabrakan maka dicarikan jalan keluarnya," ucap Iskandar.
Menurut Iskandar, pembentukan badan otoritas transportasi diperlukan untuk mengatasi kebuntuan dalam menyelesaikan persoalan kemacetan di wilayah Jabodetabek.
Sebab, selama ini langkah untuk mengatasi kemacetan terkendala kewenangan masing-masing lembaga baik Pemprov maupun lainnya. Dengan adanya badan otoritas itu, Iskandar berharap bisa menyelesaikan keterbatasan yang ada saat ini.
Sementara pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Riant Nugroho, menilai perlu pengkajian komprehensif jika ingin membentuk badan otoritas transportasi. Mengingat, banyak badan yang dibentuk, namun tidak berperan maksimal meliputi pengelolaan dan desain transportasi meliputi Jabodetabek.
“Kebijakan transportasi di kawasan Jabodetek tidak prima. Kenapa? Karena tidak dipikirkan sungguh-sungguh,” kata Riants.
Riant menambahkan, bila pemerintah berkomitmen membentuknya seharusnya dipastikan badan tersebut didesain untuk menyelesaikan masalah. Sebab dia khawatir bila tidak didesain baik, badan tersebut hanya akan menjadi beban pemerintah.