close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Jaksa Agung ST Burhanuddin memberikan keterangan pers terkait perkembangan penyidikan kasus Jiwasraya di Gedung Kejaksaan Agung (18/12/19). Foto Antara/Aprillio Akbar.
icon caption
Jaksa Agung ST Burhanuddin memberikan keterangan pers terkait perkembangan penyidikan kasus Jiwasraya di Gedung Kejaksaan Agung (18/12/19). Foto Antara/Aprillio Akbar.
Nasional
Rabu, 04 November 2020 15:42

Ortu korban tragedi Semanggi: Vonis PTUN pelajaran bagi Kejagung

Keluarga korban tragedi Semanggi mengapresiasi putusan PTUN.
swipe

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menvonis pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin sebagai perbuatan melawan hukum terkait peristiwa Semanggi I dan II.

Sumarsih, penggugat sekaligus orang tua dari Bernardius Ralino Norma Irmawan, mahasiswa yang meninggal diduga ditembak aparat dalam peristiwa Semanggi I pada November 1998, mengapresiasi putusan PTUN tersebut.

Ia berharap kemenangannya di PTUN ini menjadi pelajaran bagi Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk lebih memahami tugas dan kewajibannya sebagai lembaga penegak hukum.

“Jangan sampai negara hukum ini melanggengkan impunitas,” tutur Sumarsih dalam diskusi virtual, Rabu (11/4).

Sementara itu, perwakilan Koalisi untuk Keadilan Semanggi I dan II dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), M Isnur meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin menerima putusan PTUN Jakarta tersebut. Kemudian melaksanakan perintah majelis hakim sebagaimana tercantum dalam putusan.

“Kami berharap Jaksa Agung tak (ajukan) banding,” ucapnya.

Pada kesempatan yang sama, perwakilan Koalisi untuk Keadilan Semanggi I dan II dari Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, putusan tersebut bisa menjadi momen baru untuk mendesak penuntasan kasus pelanggaran HAM berat lalu, yaitu menuntut pemerintah dan DPR RI menghukum pelaku dalam kasus tragedi Trisakti, Semanggi I, dan II melalui pembentukan pengadilan HAM ad hoc.

Putusan tersebut, sambung Usman, merupakan preseden positif pada 2020 ini, setelah sebelumnya PTUN menyatakan pemerintah melanggar hukum dalam pemblokiran internet di Papua.

“Saya ingin menegaskan kembali bahwa putusan PTUN ini sangat penting karena dapat meluruskan kesalahan memahami UU pengadilan HAM oleh sebagian pihak, termasuk Jaksa Agung,” ujar Usman.

Diketahui, selama enam bulan Koalisi untuk Keadilan Semanggi I dan II menempuh upaya hukum dengan melayangkan gugatan terhadap Jaksa Agung ST Burhanuddin ke PTUN Jakarta.

Gugatan tersebut tekait pernyataannya Jaksa Agung di depan Komisi III DPR pada 16 Januari 2020. Saat itu, Burhanuddin menyebut, peristiwa Semanggi I dan II bukanlah pelanggaran berat dengan merujuk hasil rapat paripurna DPR RI pada 2000.

Maka, semestinya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tidak menindaklanjuti kasus tersebut. Sebab, tidak ada alasan untuk menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) pembentukan Pengadilan HAM ad hoc sesuai Pasal 43 ayat (2) UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Usman pun menyayangkan sikap Jaksa Agung ST Burhanuddin. Sebagai lembaga penegak hukum, lanjut Usman, semestinya mencari bukti agar kasus pelanggaran HAM berat bisa terang.

Namun, jelas Usman, Jaksa Agung ST Burhanuddin malah melegitimasi hasil kerja Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dengan beralasan adanya kesimpulan dari Pansus DPR bahwa peristiwa Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat.

Sebelumnya, PTUN Jakarta menvonis pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin terkait peristiwa Semanggi I dan II sebagai perbuatan melawan hukum.

Berdasarkan Putusan PTUN Jakarta Nomor 99/G/TF/2020/PTUN.JKT tertanggal 4 November atas nama Sumarsih, dkk, majelis hakim yang terdiri dari Andi Muh. Ali Rahman, Umar Dani, dan Syafaat, menyatakan mengabulkan seluruh gugatan Sumarsih dan penggugat lainnya.

“Menyatakan eksepsi-eksepsi yang disampaikan tergugat tidak diterima. Mengabulkan gugatan para penggugat seluruhnya,” tulis amar putusan tersebut.

Selain itu, tergugat Jaksa Agung ST Burhanuddin diwajibkan untuk membuat pernyataan terkait penanganan dugaan pelanggaran HAM berat Semanggi I dan Semanggi II sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR berikutnya. Hal ini dilakukan selama belum ada putusan/keputusan yang menyatakan sebaliknya.

PTUN juga menghukum tergugat Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk membayar biaya perkara sejumlah sebesar Rp285.000.

img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan