Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai, majelis hakim keliru menyatakan terdakwa mafia kasus Nurhadi berjasa dalam pengembangan dan kemajuan di Mahkamah Agung (MA), yang menjadi pertimbangan yang meringankan hukuman.
Seharusnya, menurut dia, jabatan Nurhadi selaku Sekretaris MA saat berbuat praktik lancung menjadi hal yang memberatkan.
"(Yang ada Nurhadi) berjasa memperburuk citra peradilan, khususnya MA, karena jabatannya yang pimpinan tertinggi administrasi hukum di peradilan tertinggi MA itu justru menjadi faktor pemberat hukumannya," ujarnya saat dihubungi Alinea, Jumat (12/3).
Oleh karena itu, Fickar berpendapat, semestinya vonis yang dijatuhkan terhadap Nurhadi hukuman maksimal dari pasal yang didakwakan.
Dalam sidang putusan pada Rabu (10/3), Nurhadi bersama menantunya, Rezky Herbiyono, dinyatakan bersalah karena terbukti menerima suap Rp35,7 miliar dan gratifikasi Rp13,7 miliar terkait penanganan perkara di MA 2011-2016. Keduanya kemudian divonis 6 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK), 12 tahun penjara untuk Nurhadi dan 11 tahun bui untuk Rezky. Masing-masing juga dituntut membayar denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Dalam pertimbangan yang memberatkan, hakim berpandangan, para terdakwa tidak mengakui perbuatannya secara terus terang, tak mendukung pemerintah dalam pemberantasan korupsi, serta merusak nama baik MA dan lembaga peradilan di bawahnya.
"Keadaan yang meringankan, para terdakwa belum pernah dihukum, para terdakwa mempunyai tanggungan keluarga, terdakwa I Nurhadi telah berjasa dalam pengembangan dan kemajuan MA," jelas hakim.
Usai mendengar amar putusan, JPU KPK langsung menyatakan banding. Sementara itu, pihak Nurhadi memilih untuk pikir-pikir dulu.