Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar, menyebut pembentukan dewan pengawas sebagaimana yang tercantum dalam draf revisi Undang-Undang KPK merupakan ide yang basi. Pasalnya, KPK selama ini sudah memiliki sistem pengawasan tersendiri.
“Ide Dewan Pengawas KPK, menurut saya ini ide yang basi. Logika DPR dengan membangun dewan pengawas itu konyol. Lebih konyol lagi logikanya, dewan pengawas itu diberi kewenangan yang besar. Lebih konyol lagi dewan pengawasnya dipilih oleh anggota DPR,” kata Zainal dalam sebuah diskusi di Jakarta pada Rabu (11/9).
Menurutnya, rencana DPR RI yang ingin merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu tidak masuk akal hanya karena KPK mempunyai kewenangan cukup besar dalam memberantas korupsi. Karena itu, ia mempertanyakan kerangka berpikir yang ada pada setiap anggota dewan tersebut.
“Kalau kita putar balik pertanyaannya, DPR diawasi oleh siapa? DPR diawasi oleh pemilih (rakyat). Maka harusnya sama, KPK juga harus diawasi oleh pemilihnya yaitu DPR dan Presiden. Kan begitu. Jadi tak ada logikanya karena ada lembaga yang besar kewenangannya, maka harus dibangun lembaga pengawasan,” ucap Zainal.
Ketimbang membentuk dewan pengawas, kata Zainal, lebih baik DPR RI membangun konsep pengawasan untuk KPK. Pasalnya, lembaga antirasuah itu sudah mempunyai sistem dan mekanisme pengawasan internal bagi pegawai maupun pimpinan.
Kendati banyak poin yang dianggap tidak relevan, Zainal menghimbau agar DPR RI dapat meninjau ulang poin yang tertera dalam draf RUU KPK. Dia meminta agar DPR RI tidak tergessa-gesa mengesahkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
"Mari kita bertarung di wacana. Tidak usah buru-buru disahkan, tidak usah cepet-cepetan. Ngapain sih? Mari kita detailkan," ucap dia.
Di tempat yang sama, Wakil Ketua KPK Laode M Syarief menerangkan, pembentukan dewan pengawas yang tertera dalam perjanjian Jakarta Principal Statement of Principles for Anti-Corruption Agencies pada 2012 itu terdapat dua poin, yakni internal account accountability dan external account acountability. Menurutnya, mekanisme pengawasan dengan unsur tersebut sangat efektif.
“Coba cari lembaga negara yang pimpinan lembaga tersebut masuk dewan etik. Di KPK saja masuk ke dewan etik kalau salah omong di televisi,” kata Laode.