Partai Buruh bersama Serikat Buruh, Serikat Petani, dan Organisasi Perempuan akan menggelar aksi unjuk rasa di depan Komplek Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada Selasa (8/3). Aksi itu juga bersamaan dengan peringatan Hari Wanita International atau International Women's Day (IWD) 8 Maret.
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal mengatakan, massa akan memberikan delapan tuntutan yang selama ini dianggap terpinggirkan bagi kaum buruh perempuan. Tuntutan tersebut antara lain pencabutan Omnibus Law UU Cipta Kerja beserta berbagai aturan turunannya, pencabutan Permenaker No. 2 Tahun 2022, pengesahan segera RUU TPKS menjadi undang-undang, pengesahan segera RUU Perlindungan PRT, massa juga mendesak pemerintah wajib lakukan kontrol harga sembako, penegakkan kedaulatan pangan bagi rakyat, wujudkan reforma agraria, Ratifikasi Konvensi ILO No 183 dan 190 dan adanya ruang politik setara bagi perempuan.
"Hingga kini, penindasan terhadap perempuan kelas pekerja pun masih terus ada dalam beragam bentuk dan rupa," kata Said Iqbal dalam keterangan, Senin (7/3).
Said Iqbal menyebut, sampai saat ini di Indonesia, sistem kerja kontrak, outsourcing/alih daya, serta sistem kerja lepas lainnya, masih menjadi salah satu masalah utama yang dihadapi oleh kelas pekerja, tidak terkecuali pekerja/buruh perempuan. Dari sistem kerja yang dipenuhi ketidakpastian dan kerentanan tersebut, lahir ketidakpastian upah, tidak terjaminnya hak-hak dasar buruh, hingga berbagai hambatan dalam berserikat.
“Di tengah pandemi Covid-19, masalah-masalah itu kian bertambah berat,” ujar Said Iqbal.
Para buruh perempuan, kata Said Iqbal, harus menanggung beban domestik yang berlipat di tengah keharusan mencari nafkah karena situasi ekonomi yang semakin sulit. Ketiadaan perlindungan negara berupa jaminan sosial yang memadai juga semakin dirasakan dampaknya.
Seperti biaya pendidikan yang semakin mahal, kebutuhan nutrisi keluarga yang semakin sulit dipenuhi, dan biaya menjaga kesehatan selama pandemi harus ditanggung sendiri. Banyak tempat kerja yang tidak menyediakan perlindungan memadai untuk mencegah pekerja/buruh dari COVID-19.
Said Iqbal juga melihat PHK yang semakin tinggi juga membuat para buruh perempuan kesulitan untuk mempertahankan kehidupan sehari-hari. Terlebih, Omnibus Law UU Cipta Kerja beserta berbagai aturan turunannya juga hanya akan mempersulit kehidupan kelas pekerja.