close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi Freepik.
icon caption
Ilustrasi Freepik.
Nasional
Senin, 11 Juli 2022 08:14

Denny JA: Proses hukum bukan cara tuntaskan perzinahan dan kohabitasi

Negara seharusnya hadir menangani kasus perzinahan dan kohabitasi, bukan memberi sanksi hukum.
swipe

Pemerintah telah menyerahkan draf final Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) kepada DPR. Sejumlah pasal dinilai kontroversial dan menjadi sorotan, salah satunya terkait perzinahan dan kohabitasi.

Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menilai, Pasal 415 yang mengatur tentang pidana perzinaan bagi suami istri dan pasal 416 tentang pidana kumpul kebo atau kohabitasi melanggar hak asasi manusia (HAM).

Menurutnya, kedua pasal tersebut menyangkut isu seks konsensual di antara orang dewasa. Menurut Denny, pilihan terhadap hak privasi terkait seksualitas merupakan bagian dari HAM.

"Pilihan rights to privacy soal sexuality, yang di dunia modern adalah bagian dari hak asasi manusia, di Indonesia malah dijadikan tindakan kriminal," kata Denny dalam keterangan tertulis, Senin (11/7).

Denny menyoroti perbedaan pemahaman terkait isu seksualitas. Menurutnya, perbedaan paham ini tak harus berujung pada pemidanaan, sebab dari perspektif hak terhadap seksualitas (Right to Sexuality), konflik ini adalah masalah moral, bukan tindak kriminal.

Menurut Denny, negara seharusnya hadir memberikan ruang untuk menghargai pilihan individu selama tidak terjadi kekerasan dan pemaksaan. Pemberian ruang ini termasuk memberikan perlindungan yang setara bagi seluruh warga negara.

"Termasuk melindungi warga negaranya yang percaya hak asasi manusia, yang percaya Right to Sexuality, yang percaya consensual sex between adults," ucapnya.

Denny menyebut, tindak pidana yang disebut pada pasal perzinahan dan kohabitasi dapat menjerat siapapun, termasuk kalangan politisi. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan jumlah narapidana di lembaga pemasyarakatan (lapas).

Sementara, lanjut Denny, orang dewasa yang memilih untuk hidup bersama tanpa menikah, adalah bagian dari hak asasi warga negara. Kendati dipandang berdosa dalam agama, kata Denny, tidak semua yang berdosa adalah tindak kriminal.

"Semua tindakan yang diakui sebagai bagian hak asasi manusia oleh PBB, dimana Indonesia juga anggota PBB, bukan wilayah hukum kriminal," ujarnya.

Meski telah direvisi usai terjadinya demonstrasi dan penolakan pada 2019, pasal di RKUHP terkait perzinahan dan kohabitasi tetap menjadi tindakan kriminal yang masuk ke delik aduan. Denny mengatakan, negara tidak seharusnya terlalu mengatur pilihan warga negaranya soal masalah seksual. Pasalnya, hal tersebut merupakan hak asasi manusia yang dilindungi secara internasional.

"Pemerintah jangan masuk terlalu jauh sampai mengatur soal selangkangan atau masalah seksual," kata Denny.

Untuk itu, Denny mendorong pemerintah dan DPR untuk mengkaji ulang pasal kontroversial di RKUHP, khususnya terkait isu seks konsensual.

"Semoga Presiden Jokowi dan pimpinan partai besar di DPR mengkaji kembali RUU KUHP pasal soal consensual sex itu.Jika tidak, mereka akan dicatat abadi dalam sejarah dengan titik hitam karena di era kekuasaannya telah meloloskan pasal RUU yang melanggar Hak Asasi Manusia," ucapnya.

img
Gempita Surya
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan