PBHI melakukan pelaporan atas dugaan pelanggaran etik dan perilaku Hakim Konstitusi atas nama Anwar Usman, Manahan M. P. Sitompul, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan M. Guntur Hamzah, kepada Dewan Etik Hakim Konstitusi.
"Hal ini didasari pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana diatur dalam ketentuan PMK 09/2006," kata PBHI dalam keterangan resminya, Kamis (19/10).
PBHI menegaskan, melaporkan ini bukan berbasis insinuasi, asumsi, atau dugaan-dugaan. Tetapi merujuk pada hasil putusan para Hakim Konstitusi dari tujuh putusan yang ada karenanya laporan ini mudah untuk ditindaklanjuti dan diperiksa lebih lanjut.
PBHI pada dasarnya melaporkan beberapa aspek yaitu aspek administrasi, yaitu terkait perkara Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 91/PUU-XXI/2023 ini sudah dicabut oleh kuasa hukum melalui Surat Bertanggal 29 September 2023 perihal “Permohonan Pembatalan Pencabutan Perkara No. 91/PUU-XXI/2023 Mengenai Permohonan Uji Materi Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Terhadap Undang-Undang Dasar 1945”, serta adanya terjadi kesalahan administrasi bahwa permohonanan yang telah ditarik tidak dapat diajukan kembali, meskipun belum ada putusan berupa ketetapan penarikan kembali yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Kemudian secara formiil, PBHI menemukan, legal standing, pemohon dalam hal kerugian konstitusional dan pengalaman kepala daerah yang justru menggunakan profil Gibran Rakabuming sebagai Wali Kota Solo.
Kemudian secara materiil atau substansi adanya penambahan frasa yang tidak diajukan oleh pemohon dan ditambahkan pada amar putusan. Terakhir soal perilaku Hakim Konstitusi yang membicarakan Perkara melalui kesempatan kuliah umum memberikan komentar yang menyinggung soal batas usia capres-cawapres yang sedang dalam pengujian uji materiil di Mahkamah Konstitusi dengan mengaitkan dan mencontohkan adanya beberapa pemimpin muda di zaman Nabi Muhammad dan negara lain.
"Tujuan kami melaporkan untuk membersihkan Mahkamah Konstitusi dari intervensi politik dan keburukan-keburukan yang diakibatkan karena Hakim Konstitusi adalah cerminan dari konstitusi kita sendiri," kata PBHI.
Kemudian PBHI menilai, materi yang diperiksa menyangkut indikator hukum dan demokrasi di Indonesia dalam konteks pemilu. Karena kalau ada banyak kejanggalan maka di titik itu juga demokrasi di Indonesia hancur.
"Sehingga penting untuk memeriksa laporan kami supaya kita memiliki pembelajaran bagaimana standar tertitnggi konstitusi kita semestinya dan sebagai bentuk edukasi bagi publik utamanya terkait hak politik," ucap PBHI.