DPRD DKI Jakarta meragukan komitmen keberpihakan Gubernur Anies Baswedan untuk membela rakyat berpenghasilan rendah agar memiliki tempat tinggal dengan program rumah down payment (DP) 0 rupiah.
Anggota Komisi Keuangan DPRD DKI, Dwi Rio Sambodo menilai program tersebut berpotensi merugikan warga lantaran belum adanya kajian matang. Terutama belum adanya
payung hukum berupa Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Gubernur (Pergub) terlebih dahulu sebelum memulai pembangunan hunian tersebut.
Fungsi aturan hukum untuk merinci mekanisme dan prosedur pembangunan. Lalu skema pembayaran, maupun pembiayaannya yang berasal dari APBD DKI Jakarta.
Terlebih saat ini, telah ada regulasi terkait kredit properti yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/16/PBI/2016 tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor.
Tidak hanya aturan, Dwi Rio juga menyoroti salah satu persyaratan bagi warga untuk rumah vertikal ini. Di mana hanya warga yang bergaji tidak kurang Rp7 juta perbulan yang dapat memiliki rumah DP Rp 0.
"Hal ini menjadikan program DP rumah Rp 0 tidak berazas keadilan. Padahal program tersebut menggunakan APBD untuk pembayaran uang mukanya," ujar Dwi kepada Alinea, Rabu (14/2).
Politikus PDI Perjuangan ini mengingatkan, upah minimum provinsi (UMP) untuk DKI Jakarta hanya sebesar Rp3,6 juta per bulan. Ia mengandaikan bunga 7% untuk dapat Rusunami petak seluas 21 meter persegi dengan harga Rp187 juta. Alhasil, seseorang yang bergaji Rp7 juta harus mencicil 15 tahun dengan angsuran bulanan sekitar Rp2,1 juta.
Apabila dicicil dengan tenor 10 tahun, maka harus membayar sebulan Rp2,6 juta. Sedangkan Rusunami seharga Rp320 juta dengan tipe 36, cicilan untuk tenor 15 tahun menjadi Rp3,64 juta.
"Dengan demikian apakah dengan UMP Rp 3,6 juta per bulan, seseorang mampu untuk membeli rusun tersebut, meski DP 0%? Saya kira mustahil bisa membeli," terangnya.
Karena itu, dapat dipastikan program ini tidak dapat dirasakan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Tak hanya menyoroti pda peruntukan, Dwi juga mengritisi seandainya ada masyarakat mengalami kegagalan membayar cicilan atau kredit macet, pertangungjawabannya seperti apa.
Alhasil, Dwi Rio menduga kebijakan program DP 0 rupiah hanya sekedar pencitraan untuk memenuhi janji politik. Akibatnya masyarakat akan akan dirugikan. Apalagi masa Jabatan Gubernur hanya 5 tahun.
"Apakah ketika gubernur berganti menjamin tidak akan mengganti kebijakan tersebut. Sudah menjadi rahasia umum, ketika pejabat berganti maka kebijakan juga akan berganti," papar Ketua Alumni GMNI Se-Jakarta Raya itu.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah meresmikan ground breaking pembangunan rumah 0 rupiah di kawasan Pondok Kelapa, Jakarta Timur pada Kamis 18 Januari. Rumah DP Nol Rupiah ini berupa rumah susun sederhana milik (Rusunami) dan dibangun di lahan seluas 1,4 hektare milik Pemprov DKI Jakarta.
Program ini menjadi salah satu dari 23 janji kampanye Anies-Sandiaga saat Pilkada DKI lalu. Saat itu keduanya berjanji akan membuat rumah DP Rp0 untuk kalangan tidak mampu dan dalam bentuk rumah tapak bukan rumah susun.