Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lengkapi bukti permohonan judicial review Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK kepada Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (10/6). Mereka menyerahkan 31 bukti terdiri dari berbagai UU, aturan, hingga email pegawai yang totalnya lebih dari 2.000 halaman.
Bukti-bukti itu diserahkan Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Antikorupsi, Hotman Tambunan, dan Spesialis Muda Direktorat Pembinaan dan Peran Serta Masyarakat, Benydictus Siumlala Martin Sumarno.
"Kami memohon dan berharap MK dapat memutuskan permohonan ini sebelum November 2021, mengingat pasal yang kami mohonkan adalah pasal peralihan yang hanya berlaku sekalim" ujar Hotman secara tertulis. Sehingga, sambung dia, putusan MK dapat dimanfaatkan, berguna, dan tidak sia-sia.
Permohonan kepada MK telah diserahkan pada 2 Juni 2021. Sembilan pegawai mengajukan permohonan ke MK terkait pengujian konstitusionalitas terhadap Pasal 68 B ayat (1) dan Pasal 69 C UU KPK hasil revisi.
Hal tersebut sebagai upaya untuk memperkuat putusan MK pada perkara Putusan Nomor: 70/PUU-XVII/2019 yang secara tegas menjamin hak pegawai KPK yang tak boleh berubah karena adanya peralihan status menjadi aparatur sipil negara atau ASN.
Menurut Hotman, penafsiran secara inkonstitusional terhadap Pasal 68 B ayat (1) dan Pasal 69 C dengan menjadikan hasil tes wawasan kebangsaan atau TWK sebagai dasar diangkat atau tidak menjadi ASN, merupakan tindakan yang menyebabkan tak terpenuhinya jaminan konstitusi terhadap perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Hal tersebut diatur Pasal 28 (D) ayat (2) UUD 1945, serta berbagai konvensi internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia.
Selain itu, Hotman juga menekankan TWK tidak dapat dilepaskan dari konteks upaya untuk memukul mundur amanah gerakan reformasi. Hal yang dimaksud adalah lembaga antikorupsi tidak bisa diintervensi.
Adapun sembilan pegawai selaku pemohon, Hotman Tambunan, March Falentino, Rasamala Aritonang, Novariza, Andre Dedy Nainggolan, Lakso Anindito, Faisal, Benydictus Siumlala dan Tri Artining Putri. Mereka merepresentasikan berbagai direktorat dan biro yang ada di KPK.
Dalam permohonannya, para pemohon juga menyatakan agar MK memutus putusan sela untuk dapat menghindari kerugian yang lebih besar bagi para pemohon karena adanya rencana pemberhentian pegawai yang tidak lulus TWK paling lambat akhir Oktober 2021.