Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan para pejabat di PT Krakatau Steel masih banyak yang belum menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Para pejabat perseroan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang belum menyampaikan LHKPN, diharapkan memenuhinya sebelum tenggat waktu 31 Maret 2019 mendatang.
Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, jumlah para pejabat Krakatau Steel yang belum menyampaikan LHKPN mencapai lebih dari setengah pejabat yang ada.
"Lima hari menjelang berakhirnya batas waktu pelaporan LHKPN periodik pada 31 Maret 2019 ini, tingkat kepatuhan PT Krakatau Steel masih 49,67 persen atau masih lebih dari setengah pejabat di perusahaan BUMN tersebut yang belum melaporkan LHKPN periodiknya," kata Febri di gedung KPK, Jakarta, Selasa (26/3).
Mengacu pada data di situs elhkpn.kpk.go.id terdapat 153 pejabat Krakatau Steel yang terkena wajib lapor LHKPN. Sebanyak 76 orang di antaranya telah melapor, sementara 77 orang sisanya belum melapor.
Febri menyampaikan, KPK berharap para pejabat Krakatau Steel dapat segera memenuhi kewajiban tersebut. Hal ini dinilai penting untuk menunjukkan keseriusan dalam pembenahan perusahaan. Apalagi, sebelumnya KPK telah mengungkap terjadinya kasus suap dalam pengadaan barang dan jasa di Krakatau Steel.
"Karena pelaporan kekayaan secara tepat waktu dan benar adalah salah satu alat ukur keseriusan upaya pencegahan korupsi di internal," ucap Febri.
Dalam kasus suap di Krakatau Steel, KPK telah menetapkan empat orang tersangka. Direktur Teknologi dan Produksi PT Krakatau Steel Wisnu Kuncoro termasuk sebagai penyandang status tersangka. Dia diduga menerima suap dari Bos Tjokro Group, Kurniawan Eddy Tjokro alias Yudi Tjokro, yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
Selain kedua orang tersebut, KPK juga menetapkan status tersangka pada pihak swasta, Alexander Muskita dan Kenneth Sutardja.
Sebagai pihak yang diduga memberi suap, Kenneth dan Yudi Tjokro disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b, atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara pihak yang diduga menerima suap, Wisnu dan Alexander, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b, atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (Ant)