Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal menentukan pengembangan perkara kasus korupsi yang menjerat Imam Nahrawi. Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) itu, terseret korupsi proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar menyatakan, penentuan pengembangan perkara dilakukan setelah berembuk pekan depan. Proses rembukan itu, dilakukan untuk menganalisis dan mendalami fakta yang ada.
"Terkait pengembangan kasus, kami akan rapat minggu depan untuk mendalami hal tersebut dengan rapat dengan seluruh penyidik, para direktur, dan deputi apakah kemudian informasi itu bisa dikembangan atau tidak," ujar Lili, saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (30/6).
Hal tersebut, sekaligus menjawab dari pernyataan, Imam Nahrawi, yang meminta majelis hakim untuk memutuskan kepada KPK, untuk mengusut aliran dana yang melibatkan dirinya. Pernyataan itu, disampaikan saat sidang putusan Senin (29/6).
Sebab, dia merasa ada sejumlah pihak yang turut menikmati uang panas dari praktik korupsi kasus korupsi proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah KONI.
"Lagi-lagi kami lihat apakah cukup alat bukti dan saksi dan kemudian apakah itu disebutkan dalam putusan," ujar Lili.
Saat disinggung, upaya hukum lanjutan atas vonis Imam, Lili belum dapat menentukan sikap KPK. "Kami tunggu laporan dari jaksa penuntut umum. Karena dalam massa waktu tujuh hari pasti akan dikonsultasi dengan pimpinan," terang Lili.
Diketahui, Imam dinilai terbukti menerima uang suap sebesar Rp11,5 miliar terkait mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah KONI. Setidaknya, terdapat dua proposal kegiatan KONI yang menjadi sumber suap Imam.
Pertama, terkait proposal bantuan dana hibah Kemenpora dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional pada multi event 18th
Asian Games 2018 dan 3rd Asian Para Gemes 2018.
Kedua, proposal terkait dukungan KONI pusat dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun
Kegiatan 2018.
Selain itu, dia juga dinilai terbukti menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp8,6 miliar. Uang itu, diterima Imam melalui asisten pribadinya, Miftahul Ulum dalam rentang waktu 2014 hingga 2019.
Atas dasar itu, Imam dijatuhi pidana hukuman penjara selama tujuh tahun dan denda sebesar Rp400 juta subsider tiga bulan kurungan. Eks politikus PKB itu juga dijatuhi pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp18,1 miliar serta hukuman pencabutan hak politik selama empat tahun.