close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Nadiem Makarim resmi dilantik menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) pada Rabu (23/10) di Istana Negara, Jakarta. /Antara Foto
icon caption
Nadiem Makarim resmi dilantik menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) pada Rabu (23/10) di Istana Negara, Jakarta. /Antara Foto
Nasional
Rabu, 23 Oktober 2019 17:16

Pekerjaan rumah Nadiem Makarim jadi Mendikbud

Mantan bos GoJek mesti segera menyelesaikan persoalan zonasi sekolah.
swipe

Nadiem Makarim resmi dilantik menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) pada Rabu (23/10) di Istana Negara, Jakarta. 

Sejumlah pekerjaan rumah (PR) pun menanti Nadiem, mulai dari sistem zonasi sekolah hingga soal anggaran pendidikan. 

Anggota Ombudsman Republik Indonesia Ahmad Suadi merinci, persoalan yang harus dituntaskan mantan bos GoJek tersebut.

Pertama, adalah sistem zonasi yang sudah berlangsung selama empat tahun, tetapi dalam implementasinya terdapat banyak masalah.

Kedua, pemerataan sekolah dan guru. Bagi Ombudsman, strategi pendidikan dan kebudayaan saat ini masih sentralistik. 

Meski pemerintah sudah mendorong untuk pemerataan, tetapi upaya itu dianggap belum berhasil. Persoalannya terjadi karena sejumlah daerah seperti di kecamatan tidak memiliki Sekolah Menengah Pertama (SMP). Selanjutnya di kabupaten tidak ada Sekolah Menengah Atas (SMA).

"Terutama di daerah kepulauan di Indonesia Timur, dan juga di pegunungan seperti di Papua," kata Ahmad. 

Pemerataan pendidikan masih menjadi masalah besar, untuk anak-anak bisa mengakses fasilitas pendidikan. Ketiga standar ujian yang menggunakan komputerisasi. 

Menurut Ahmad, kebijakan tersebut menjadi masalah bagi masyarakat yang berada di pulau yang sangat jauh.

"Sehingga beberapa sekolah seperti di Maluku, NTT, harus naik perahu, menginap baru bisa ujian. Kemudian pulang, ini masalah yang sangat besar," kata dia.

Keempat, soal anggaran pendidikan yang disebut mencapai 20%. Dikatakan Ahmad, sebagian besar daerah anggaran pendidikannya belum mencapai 20%.

Ombudsman menyarankan agar anggaran sebesar 20% dipergunakan untuk peningkatan guru, perbaikan fasilitas, dan lainnya. Sementara untuk fasilitas dasar seperti: pembangunan, Ahmad mengatakan harus diambil dari anggaran yang lain.

Kendati begitu, Ahmad mendukung beberapa masalah pendidikan bisa diselesaikan dengan melakukan terobosan melalui sistem daring, 

"Tetapi tetap saja fasilitas fisik tetap penting. Terutama adalah mutu kualitas, juga beberapa daerah yang terpencil, seperti di Nduga, sampai sekarang belum pulih. Jadi ini masalah-masalah besar. Jangan sampai Kemendikbud menindak ke atas tapi bawahnya kosong," tukas Ahmad.
 

img
Akbar Ridwan
Reporter
img
Mona Tobing
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan