close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi petugas pelacak kontak. Alinea.id/Bagus Priyo.
icon caption
Ilustrasi petugas pelacak kontak. Alinea.id/Bagus Priyo.
Nasional
Minggu, 15 November 2020 15:15

Pelacak kontak: Penambal lubang dalam penanganan Covid-19

Pemprov DKI merekrut ribuan petugas pelacak kontak untuk menangani kasus Covid-19.
swipe

Hernandia Fitri Amalia senang bukan kepalang setelah mengetahui, dirinya lolos seleksi sebagai petugas pelacak kontak (tracker) kasus Covid-19, yang diadakan Pemprov DKI Jakarta beberapa waktu lalu. Juli lalu, Hernandia baru lulus dari program DIII Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta I. Tentu posisi itu akan memberikan pengalaman baru terkait studinya.

Namun, ia baru mengerti syarat lain yang harus dipenuhi sebelum bertugas ke lapangan menelusur kontak warga yang terjangkit Covid-19, usai mengikuti pemaparan dari petugas Satgas Penanganan Covid-19 di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat pada Kamis (12/11).

Para petugas pelacak kontak yang baru direkrut akan dibagi dalam beberapa kelompok. Semua tugas pelacakan kontak dijalankan lewat koordinasi dengan petugas pemantauan (surveillance) puskemas kelurahan masing-masing.

“Kalau ada data lengkap warga positif, kami catat dan laporkan. Nanti dihimpun kembali di (puskesmas) kecamatan,” ucapnya saat berbincang dengan reporter Alinea.id di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Kamis (12/11).

Tak hanya Hernandia, Anita Puspitasari Dyah Nugroho pun merasa beruntung lolos seleksi sebagai salah seorang dari 10 manajer data untuk penanganan Covid-19, yang juga dibuka lowongannya oleh Pemprov DKI Jakarta. Nantinya, ia bertugas mencocokan data warga, yang sudah dikumpulkan petugas pelacak kontak di lapangan.

“Kami bisa mengolah data dari rumah atau tempat kerja masing-masing. Jadi, agak fleksibel,” kata Anita saat dihubungi, Jumat (13/11).

Manajer data akan secara rutin melaporkan hasil data kepada petugas kesehatan yang ada di puskesmas kecamatan. “Tapi, belum dilakukan pelatihan teknis soal tugasnya,” ujar lulusan Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Respati Indonesia (Urindo) itu.

Petugas melakukan pemeriksaan cepat Covid-19 (rapid test) terhadap warga di Pasar Keputran, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (12/5). Foto Antara/Didik Suhartono.

Kerja pelacak kontak

Pada 3-4 November 2020, Pemprov DKI Jakarta membuka lowongan besar-besaran untuk petugas pelacak kontak dan manajer data. Saat itu, posisi petugas pelacak kontak yang dibutuhkan sebanyak 1.545 orang dan manajer data sebanyak 10 orang. Anita dan Hernandia termasuk dua orang yang lolos seleksi tersebut. Tenaga mereka akan diberdayakan hingga akhir Desember 2020.

Salah seorang anggota tim surveillans sekaligus petugas administrasi penerimaan calon relawan, Paulina mengatakan, saat diumumkan lowongan, jumlah pendaftar calon petugas pelacak kontak dan manajer data yang masuk mencapai 2.000-an orang.

“Dari target 1.545 orang, tersaring jadi 1.208. Itu termasuk 10 orang petugas data,” kata Paulina saat ditemui di Kantor Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Kamis (12/11).

Syarat yang ditentukan bagi pelacak kontak minimal lulusan DIII bidang kesehatan dan dapat mengoperasikan aplikasi di ponsel. Mereka yang terpilih akan menjadi bagian pelacak kontak tingkat puskesmas. Sementara bagi manajer data di tingkat kabupaten/kota, harus berijazah minimal pascasarjana atau S2.

“Maksimal umurnya 50 tahun. Karena kalau lebih kan termasuk manula yang rentan terjangkit,” kata Paulina.

Masing-masing petugas pelacak kontak bertugas mengunjungi tempat tinggal warga yang positif Covid-19 di lingkungan kelurahan, sesuai lokasi penempatan. Mereka mengumpulkan data terkait riwayat aktivitas dan kontak sosial, dengan durasi waktu tertentu. Lalu, berdasarkan data warga yang positif Covid-19 yang sudah dihimpun puskesmas kecamatan, setiap petugas pelacak kontak mesti melaporkan kembali kepada dokter ahli di puskesmas.

“Misalnya, ada bapak-bapak diketahui dari data puskesmas positif terjangkit Covid-19. Petugas kontak mendatangi rumah yang bersangkutan untuk ditanyai,” tuturnya.

“Supaya nanti bisa diketahui di mana klaster yang mungkin bapak tersebut bisa tertular.”

Kepala bagian Surveillace Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Puskesmas Kecamatan Palmerah, Widya Inayah, masih menunggu daftar lengkap petugas pelacak kontak hingga Senin (16/11). Ia perlu memastikan kesediaan setiap petugas pelacak kontak untuk ditempatkan di beberapa kelurahan. Para petugas ini pun akan diberi pelatihan cara memakai aplikasi khusus.

“Aplikasinya sedang disiapkan oleh Pemprov DKI Jakarta berkerja sama dengan BNPB,” ucapnya saat dihubungi, Jumat (13/11).

Para tenaga pelacak kontak, ungkap Widya, mendapatkan insentif sebesar Rp360.000 per hari. Insentif itu sebagai pengganti kebutuhan harian dan transportasi. Mereka diwajibkan bekerja selama delapan jam per hari.

Salah seorang dokter ahli di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk, Elvira Kamarrow Putri mengatakan, pihaknya sudah mendapatkan 35 orang petugas pelacak kontak untuk bertugas di wilayahnya. Para petugas ini akan dibagi di tujuh kelurahan di Kebon Jeruk, setiap kelurahan terdiri atas lima petugas.

“Tenaga tambahan ini diberdayakan membantu fungsi surveillance puskesmas pada warga hingga di tingkat kelurahan,“ kata Elvira saat ditemui di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Kamis (12/11).

“Selama ini peran Puskesmas Kebon Jeruk agak terhambat soal alur pelaporan untuk keperluan tindak lanjut penanganan.”

Petugas kesehatan memeriksa alat kesehatan di ruang IGD RS Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (23/3)/Foto Antara/Hafidz Mubarak.

Peran penting pelacak kontak

Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, peran tenaga pelacak kontak yang lolos seleksi sangat penting. Mereka bisa digolongkan sebagai tenaga kesehatan.

“Kriteria tenaga kesehatan yang berhak menerima insentif dan santunan kematian sudah diatur (dalam Keputusan Menteri Kesehatan 278/2020),” tutur Wiku saat dihubungi, Kamis (12/11).

“Mereka berhak mendapat insentif sesuai tugasnya.”

Satgas Penanganan Covid-19 punya rencana mengadakan pelatihan praktik kerja bagi petugas pelacak kontak, sebelum terjun ke lapangan. “Mereka nanti akan dilatih dengan standar fungsi dan operasional kerja,” kata Wiku.

Kepala bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia Handayani mengklaim, sejak Maret fungsi pelacakan kontak yang dijalankan setiap puskesmas kecamatan kepada Dinkes DKI Jakarta berjalan cukup baik. Namun, ia sadar, ada beban berlebih mengingat jumlah petugas kesehatan di kecamatan relatif terbatas.

Dalam Risalah Singkat Kemampuan Puskesmas dalam Merespons Pandemi Covid-19 yang diterbitkan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiativer (CISDI) pada 5 November, diketahui sebanyak 47% puskesmas di hampir seluruh Indonesia, hanya punya petugas pelacak kontak kurang dari lima orang.

Survei daring terkait kebutuhan puskesmas yang dilakukan CISDI bersama Kawal Covid-19 dan Cek Diri pada 14 Agustus hingga 7 September diketahui, pelacakan kontak yang ideal untuk melandaikan kurva kasus positif Covid-19 adalah 70% hingga 90% kontak per satu kasus positif.

“Penyampaian informasi harus semakin solid dari puskesmas yang tersebar di setiap kelurahan dan kecamatan kepada kami,” katanya ketika dihubungi, Kamis (12/11).

“Supaya diketahui dengan lebih cepat dan teratur, nama warga dan domisili yang harus dites Covid-19.”

Epidemiologi wawancara yang selama ini dilakukan petugas kesehatan puskesmas akan diadopsi petugas pelacak kontak. Dengan metode wawancara tersebut, setiap orang ditanyai riwayat kontak erat dengan pasien Covid-19, diidentifikasi dengan aktivitasnya selama 14 hari terakhir.

Tracker mesti pandal melakukan pendekatan kepada keluarga hingga masyarakat bawah,” ujarnya.

“Mudah-mudahan transfer knowledge bisa cepat.”

Dihubungi terpisah, epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menegaskan, sebagai bagian upaya pemantauan (surveillance), pelacak kontak tak terpisahkan dari pengujian (testing) dan perawatan (treatment).

“Itu sistem yang harus dijalankan utuh dan berkesinambungan,” kata Pandu saat dihubungi, Kamis (12/11).

Di negara lain, seperti Thailand, Singapura, Taiwan, dan Korea Selatan, peran pelacak kontak sudah lazim dan menjadi standar dalam penanganan Covid-19. “Semestinya pelaksanaan program ini nanti dapat diadopsi di provinsi atau wilayah lain di Indonesia,” ucapnya.

Pandu mengakui, sejauh ini petugas puskesmas cukup terbebani melacak kontak kasus Covid-19. Maka, perekrutan petugas pelacak kontak dinilai akan efektif mendukung peran puskesmas dalam upaya pemantauan. Selain itu, dengan adanya petugas pelacak kontak, kebutuhan publik terhadap layanan kesehatan di puskesmas tak terbengkalai.

Infografik petugas pelacak kontak. Alinea.id/Bagus Priyo.

“Tugas puskesmas kan banyak. Sementara pelacak kontak ini kan tugas khusus,” ujarnya.

Ia menilai, selama ini kapasitas pelacakan kontak yang dilakukan petugas puskesmas se-Jakarta hanya mampu melacak kontak dua hingga lima orang. Dengan adanya petugas pelacak kontak, Pandu berharap, daya jangkau penelusuran bisa lebih dari itu. Peran ini terutama dibutuhkan dalam kasus khusus, yang potensial membentuk klaster penularan baru dalam jumlah besar.

Satu orang petugas pelacak kontak, menurut perhitungannya, seharusnya bisa melakukan identifikasi terhadap sebanyak-banyaknya orang.

“Bisa 30 atau bahkan 100,” kata dia.

img
Robertus Rony Setiawan
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan