Pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) terus dihantui klaster Covid-19. Banyak siswa dan guru positif terinfeksi coronavirus setelah dilakukan tes swab secara acak.
Berdasar catatan Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) dari September hingga awal November 2021, ada 20 sekolah di daerah terpaksa dihentikan karena siswa dan guru positif Covid-19.
Di antaranya, Purbalingga, Jepara, Padang Panjang, Kab Mamasa, Kota Bekasi, Tabanan, Depok, Kota Tangerang, Tangerang Selatan, Jakarta, Grobogan, Pati, Salatiga, Gunung Kidul, Majalengka, Solo, Kota Bandung, Semarang, Tasikmalaya, dan Indramayu.
Fakta tersebut menunjukkan banyak pelanggaran protokol kesehatan (prokes) yang dilakukan guru dan siswa sepulang sekolah. Misalnya, tidak pakai masker, dan berkerumun tidak jaga jarak.
Karena itu, P2G menilai, pelanggaran prokes disebabkan lemahnya pengawasan dari aparat pemerintah daerah (pemda) ketika siswa pulang sekolah. "Begitu pula minimnya teladan dari orang masyarakat akan kepatuhan prokes. Siswa pakai seragam sekolah tapi tak bermasker lantas dibiarkan saja oleh masyarakat, tidak ditegur," ujar Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim dalam keterangan tertulis, Selasa (11/9).
Masyarakat merasa Covid-19 di Indonesia sudah lenyap, seiring intensitas vaksinasi. Apalagi, telah diizinkan melakukan kegiatan beramai-ramai. Misalnya, pasar, tempat ibadah, hingga pesta perkawinan sudah dihelat normal.
"Jadi, persepsi yang terbangun, kita sudah bisa hidup normal kembali. Sehingga, komitmen disiplin prokes kembali melemah," ucapnya.
Laporan pelanggaran prokes siswa dan guru merata di semua daerah. Misalnya, Aceh Utara, Aceh Timur, Batam, Tebing Tinggi, Medan, Padang, Padang Panjang, Bukittingi, Bengkulu, Pandeglang. Lalu, Jakarta, Bogor, Bekasi, Garut, Klaten, Blitar, Situbondo, Ende, Bima, Berau, Enrekang, Penajam Passer Utara, Kepulauan Sangihe, Sorong, hingga Tual.
P2G meminta, pemda memberi sanksi tegas bagi sekolah yang melanggar prokes. Bagi siswa dan guru yang melanggar prokes, maka dapat disanksi berupa disuruh kembali ke pembelajaran jarak jauh (PJJ).
"Jangan hanya bersifat reaksioner sekolah ditutup, seperti yang terjadi selama ini, evaluasi baru dilakukan kalau ada siswa atau guru positif Covid-19," tandas dia.