Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM mengungkapkan investasi merupakan salah satu penyebab yang menimbulkan kasus pelanggaran HAM di Indonesia makin banyak. Sebab, lewat investasi itulah banyak lahan milik masyarakat dicaplok oleh korporasi.
Komisioner Komnas HAM, Amiruddin Al Rahab, mengatakan pihaknya kini kerap mendapat laporan mengenai pelanggaran HAM terkait sengketa lahan yang melibatkan warga dengan pihak perusahaan atau korporasi.
“Banyak masyarakat yang menyampaikan keluhannya ke Komnas HAM yang berkaitan dengan pembukaan lahan. Ada tiga topologinya, yakni lahan perkebunan, pertambangan, dan perhutanan,” kata Amiruddin dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, Selasa, (16/7).
Menurut Amiruddin, semakin banyaknya pelanggaran HAM terkait sengketa lahan ini seiring dengan bertambahnya investasi di tanah air. Pola investasinya pun, kata dia, kini telah bergeser. Dari yang semula terpusat di pulau-pulau besar, kini beralih ke pulau-pulau kecil.
“Contoh minggu lalu, aca warga dari Sumba Timur datang ke sini mengadu karena lahan di wilayah mereka telah berubah. Jika awalnya ada padang rumput untuk menggembala, sumber air, dan wilayah ritual masyarakat Sumba Timur, namun kini tiba-tiba berubah jadi kebun tebu,” ujar Amiruddin.
Amiruddin menilai, persoalan yang terjadi seperti di Sumba Timur bukan tak mungkin akan terjadi di wilayah lain seiring kebijakan pemerintahan Joko Widodo yang justru secara terang-terangan ingin menggenjot investasi.
Karena itu, Amiruddin mengatakan, Komnas HAM merasa perlu memperingatkan Presiden Jokowi agar berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan, termasuk soal perizinan investasi.
"Harus hati-hati supaya tidak menjadi masalah-masalah baru dalam konteks hak asasi manusia," ucap Amiruddin.
Amiruddin mengaku, sampai caturwulan pertama 2019 Komnas HAM telah menerima satu laporan dari masyarakat terkait penyerobotan lahan yang dilakukan korporasi.
Ia selanjutnya menyinggung soal watak korporasi yang kerap tak patuh pada regulasi. Terutama mengenai dampak lingkungan. Sebab, kerap ditemukan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh korporasi.
Kemudian, Amiruddin juga menyinggung kewenangan pemerintah daerah yang belum maksimal dalam upaya pencegahan perusakan lingkungan dengan tidak memberikan izin jika ditemui ada masalah.