Negara dianggap gagal dalam menjamin hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan (KBB). Pangkalnya, terjadi pelarangan ibadah Natal oleh jemaat HKBP Betlehem di Batu Gede, Desa Cilebut Barat, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Jabar).
"Kejadian memilukan di negara Pancasila tersebut menunjukkan bahwa negara gagal menjalankan kewajibannya dalam penghormatan dan perlindungan terhadap jemaat HKBP Betlehem," ujar peneliti KBB Setara Institute, Syera Anggreini Buntara, Selasa (27/12).
Dirinya menerangkan, hak atas KBB dijamin dalam UUD 1945, TAP MPR X/MPR/1998, Undang-Undang (UU) HAM, serta UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik. Dengan demikian, pembatasan hak beribadah yang dialami jemaat HKBP Betlehem tidak dapat dibenarkan.
Dalam video yang beredar, aparat setempat melarang ibadah Natal pada 24-25 Desember 2022. Warga juga sempat melarang ibadah Natal dan menyatakan ibadah itu tidak sah karena dilakukan di rumah pribadi bukan tempat ibadah (gereja).
Pada medio 2022, jemaat HKBP Betlehem juga sempat mengalami diskriminasi. Kala itu, mereka dilarang beribadah di rumah yang dijadikan tempat ibadah sementara oleh Camat Sukaraja dan Kepala Desa Cilebut Barat.
Menurut Syera, pelarangan-pelarangan tersebut menguatkan fakta bahwa Jabar menjadi daerah dengan gangguan rumah ibadah terbanyak. Berdasarkan data Setara Institute, "Bumi Pasundan" berkontribusi 33% dari total peristiwa gangguan rumah ibadah di Indonesia sejak 2007-2021 atau 169 dari total 505 kejadian.
Dari 169 peristiwa tersebut, hampir setengahnya menimpa gereja (79 peristiwa). Sejak 2016-2021, terpantau 34 kejadian berupa gangguan atas rumah ibadah di Jabar, dengan 13 kasus menimpa gereja.
Atas dasar itu, Setara mendesak pemerintah untuk tidak angkat tangan dan melakukan pembiaran agar peristiwa serupa tidak terulang. Sebab, agama bukanlah urusan pemerintahan yang didesentralisasi dalam otonomi daerah (otda).
"Pemerintah pusat tidak boleh lepas tanggung jawab dan harus mengambil tindakan yang dibutuhkan sesuai dengan kewenangannya dalam peristiwa-peristiwa diskriminasi, persekusi, restriksi, dan pelanggaran KBB," katanya.
Selain itu, Setara merekomendasikan sejumlah hal. Pertama, meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) memerintahkan Gubernur Jabar dan Bupati Bogor mencabut surat yang dibuat Camat Sukaraja dan Kepala Desa Cilebut Barat serta memastikan tindakan serupa tak terulang.
Kedua, mendorong Bupati Bogor menegur dan menindak tegas camat, kepala desa, dan aparat yang terlibat dalam represi dan restriksi hak untuk beribadah jemaat HKBP Betlehem. Ketiga, mendesak Kepala Desa Cilebut Barat memberikan rekomendasi tertulis bagi rumah yang digunakan sebagai tempat ibadah sementara oleh jemaat HKBP Betlehem.
Terakhir, Pemerintah dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Bogor mendorong dialog antara jemaat HKBP Betlehem, kelompok penolak, pimpinan-pimpinan keagamaan/kepercayaan, dan aparat penegak hukum (APH) untuk mencegah kasus serupa. Selain itu, guna memastikan jaminan hak beribadah bagi jemaat HKBP Betlehem.