close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi ketimpangan. Antara Foto
icon caption
Ilustrasi ketimpangan. Antara Foto
Nasional
Rabu, 06 Februari 2019 18:49

Pelibatan masyarakat nihil, pembangunan di Indonesia Timur timpang

Pemerintah sejak masa Orde Baru hingga saat ini lebih mengutamakan pendekatan militeristik dalam membangun Indonesia Timur.
swipe

Pakar kebijakan publik yang juga tokoh masyarakat Maluku, Amir Hamzah Marasabesy, mengatakan ketimpangan di Indonesia Timur sudah terjadi sejak lama. Bahkan jauh sebelum Joko Widodo menjabat sebagai Presiden RI.

Menurut Amir, ketimpangan tersebut terjadi karena pemerintah dalam melakukan pembangunan di Indonesia Timur tak pernah melibatkan masyarakat setempat. Ini pun terjadi sejak masa Orde Lama ketika Soekarno menjabat sebagai Presiden RI hingga saat ini. 
 
“Jadi, dari masa Orde Lama, Orde Baru sampai Reformasi pembangunan di Maluku misalnya, itu kerap ditimpa isu miring mengenai disintegrasi yaitu RMS, sehingga pembangunan di Maluku kerap hanya sekedar janji politik saja,” Amir saat ditemui di Jakarta pada Rabu, (6/2).

Karena itu, Amir meminta kepada kedua kubu yang saat ini tengah bersaing dalam Pemilu 2019 untuk melibatkan masyarakat lokal dalam membangun daerahnya sendiri. Dengan demikian, masyarakat setempat bisa turut berkontribusi. Tak hanya menjadi penonton dari pembangunan yang sedang berjalan.

“Saya berharap kepada presiden yang terpilih berikan kewenangan masyarakat lokal untuk mengelola sumber dayanya berdasarkan hak adat yang mereka punya,” ujar Amir.

Hal serupa pun diungkapkan pemerhati masyarakat Papua, Roy R Simbak. Di tempat yang sama, ia mengatakan, masyarakat di daerahnya, Papua, kerap tak dilibatkan dalam pembangunan yeng tengah dikerjakan pemerintah. Sebab, terhadap masyarakat Papua, pemerintah sejak masa Orde Baru lebih mengutamakan pendekatan militeristik, sehingga membuat masyarakat Papua enggan berpartisipasi.

“Jadi, pendekatan militeristik membuat mereka takut berbicara, takut mengkritik kebijakan yang merugikan mereka, sehingga mereka hanya dijadikan sebagai objek bukan subjek,” kata Roy. 

Roy pun meminta kepada calon preisden yang terpilih nanti untuk tak lagi menggunakan pendekatan dengan cara militeristik. Namun, lebih menggunakan pendekatan pendidikan hukum, agar  transparansi dan akuntabilitas  bisa tercipta di tanah Papua.

“Saya minta ada perwakilan KPK di sana, agar masyarakat Papua itu tak jadi korban dari segelintir pihak. Juga  hilangkanlah pendekatan militeristik, karena ini muaranya  membuat mereka takut berbicara,” ujar Roy.

Sementara, Dosen Hubungan Internasional Universitas Kristen Satya Wacana, Thomas Matulessy, menyarankan agar pemerintah yang nanti terpilih untuk membuat skema pendapatan daerah yang lebih berpihak kepada masyarakat daerah, agar wilayah seperti Maluku dan Papua tak tertinggal dengan wilayah Indonesia di bagian barat. 

Thomas menyarankan pemerintah terpilih nanti agar mencontoh skema pendapatan daerah yang dilakukan negara bagian Alaska di Amerika Serikat, yang memberi hasil lebih besar ke pemerintah daerah dari pada pemerintah pusat. 

"Di sana itu 75% untuk pemerintah daerah dan 25% pemerintah pusat, sehingga nanti 25% ini diinvestasikan dulu ke sektor strategis seperti real estate dan lainnya, selanjutnya hasil dari investasi itu  bisa untuk memberi subsidi masyarakat di daerah, baik untuk kesehatan seperti BPJS dan lainnyakata Thomas.

Kendati demikian, Thomas menjelaskan, keuntungan menggunakan skema tersebut tak bisa serta merta langsung dirasakan dengan cepat. Butuh waktu sekitar satu periode masa pemerintahan yang baru terpilih nanti.

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Tito Dirhantoro
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan