close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Babinsa TNI Pos Ramil Muara Dua Kodim 0103 Aceh Utara memberikan pelajaran kepada siswa di SDN-11 Desa Paloh Batee, Lhokseumawe, Aceh, Rabu (20/2)./ Antara Foto
icon caption
Babinsa TNI Pos Ramil Muara Dua Kodim 0103 Aceh Utara memberikan pelajaran kepada siswa di SDN-11 Desa Paloh Batee, Lhokseumawe, Aceh, Rabu (20/2)./ Antara Foto
Nasional
Jumat, 01 Maret 2019 22:59

Pelibatan TNI mengajar di daerah 3T dinilai tidak tepat

Kemendikbud disarankan merekrut guru honorer ketimbang melibatkan personel TNI.
swipe

Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melibatkan personel TNI Angkatan Darat untuk mengajar di daerah Terluar, Tertinggal, dan Terdepan (3T), dinilai tidak tepat. Kemendikbud dinilai menafikan keberadaan guru honorer yang jumlahnya lebih dari satu juta orang.

"Secara etik Kemendikbud tak pantas minta kerja sama dengan TNI, karena masih banyak guru honorer. Masih banyak rasio kebutuhan, itu harus dijawab pakai data guru honorer," ujar pendiri Kantor Hukum dan HAM Lokataru, Haris Azhar, di Kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) di Jl Kramat, Senen, Jakarta Pusat, Jumat(1/3).

Haris memandang, kesepakatan itu menutup peluang guru honorer, karena digantikan oleh personil TNI. Seharusnya, Kemendikbud berkonsultasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) dan Ombudsman terlebih dahulu, sebelum meneken kerjasama tersebut.

"Mestinya kementerian pendidikan itu konsultasi dulu dengan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan dengan Ombudsman untuk menguji soal hukumnya, kebijakan itu sudah tepat atau belum," katanya.

Penolakan serupa disampaikan anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR RI Syaifullah Tamliha. Menurutnya, akan lebih baik jika pemerintah memberdayakan guru-guru honorer yang saat ini nasibnya terkatung-katung.

"Saya sih nggak setuju, terima saja orang-orang yang antri jadi guru honorer," ujar Syaifullah di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Jum'at (1/3).

Dia bercerita, banyak permintaan yang disampaikan para guru honorer ketika ia reses di daerah pilihannya di Kalimantan Selatan. Menurut Syaifullah, banyak guru honorer yang ingin diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

"Kan sudah ada fakta integritas ketika menjadi PNS. Dia bersedia dimana pun dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia, termasuk daerah terluar, tertinggal, dan terdepan sekalipun," tutur Syaifullah.

Dia juga mengatakan, penempatan personel TNI juga tidak tepat, karena tugas pokok TNI adalah menyangkut pertahanan negara. 

Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendi mengatakan, penempatan TNI untuk mengajar di daerah 3T, bukan untuk menggantikan peran dan posisi seorang guru.

Selama ini, kata dia, banyak prajurit TNI yang telah melakukan hal tersebut. Namun, hal itu tidak dilakukan dengan koordinasi yang baik karena dilakukan tidak secara resmi. 

"TNI tetap sebagai TNI, bukan untuk menjadi guru dan menggantikan peran serta posisi seorang guru. Mereka hanya membantu tugas guru-guru di daerah 3T dan wilayah yang kekurangan tenaga pengajar. Dengan demikian, kebutuhan tenaga pengajar di daerah 3T akan terbantu oleh para prajurit yang ditempatkan di wilayah 3T," kata Mendikbud, Jumat (3/1).

Dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) yang dilaksanakan pada Rabu (27/2), para prajurit TNI tersebut bakal dibekali dengan keterampilan mengajar, materi ajar, pengetahuan tentang keguruan, dan metode-metode mengajar sesuai kebutuhan. Hal ini dilakukan agar bantuan mengajar para prajurit TNI lebih terarah dan optimal.

"Oleh karena itu, tidak benar kalau keberadaan TNI, khususnya di daerah 3T ini akan menggantikan peran guru. Para prajurit TNI ini hanya membantu karena di wilayah 3T masih kekurangan tenaga pengajar," ucap Mendikbud.

Karena itu, Muhadjir pun menampik dugaan kerja sama yang dilakukan akan menimbulkan tumpang tindih dengan program Sarjana Mendidik di Daerah Terluar, Terdepan, dan Tertinggal (SM3T).

Kerja sama Kemendikbud dengan TNI AD untuk membantu proses belajar mengajar di daerah 3T dilakukan pada Rabu (27/2). Nota kerja sama ditandatangani oleh Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Supriano dan Asisten Teritorial (Aster) TNI AD Brigjen Bakti Agus Fadjari di kantor Kemendikbud.

Ruang lingkup kerjasama itu merupakan penguatan kompetensi personel TNI AD dalam proses pembelajaran di kelas.

Sebanyak 900 personil TNI AD disiapkan sebagai antisipasi jika diperbatasan itu tidak ada guru. Sebanyak 450 personel Batalyon Raider Balikpapan akan ditugaskan di Nunukan Kalimantan Timur, dan 450 personel dari Batalyon 303 Raider Garut, akan ditugaskan ke Malinau, Kalimantan Utara. (Ant)

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Gema Trisna Yudha
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan