Situasi pandemi Covid-19 di Indonesia turut menstimulasi terjadinya praktik pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Hak Asasi Manusia menilai, kebijakan perlindungan warga dari bahaya paparan virus masih belum mencapai standar minimum hak atas kesehatan, sebagaimana diatur dalam regulasi internasional Hak Asasi Manusia (HAM).
Perwakilan koalisi sekaligus Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Arif Maulana mengatakan, terdapat salah kaprah dalam kebijakan penanganan pandemi Covid-19. Penanganan yang semestinya melibatkan secara penuh tenaga dan ahli kesehatan, justru malah menggunakan pendekatan keamanan dan pertahanan.
"Di mana aparat kepolisian dan personel TNI yang notabenenya tidak memiliki kompetensi di bidang kesehatan justru dilibatkan dalam penanganan pandemi Covid-19," ujar Arif dalam keterangan tertulis, Jumat (11/12).
Diperparah dengan praktik korupsi dana bantuan sosial (bansos) selama pandemi Covid-19 di lingkungan Kementerian Sosial (Kemensos). Imbasnya, hak atas jaminan sosial warga terabaikan dan dicerabut.
Selain merugikan keuangan negara, korupsi dana bansos Covid-19 juga merugikan hak masyarakat atas jaminan sosial-ekonomi.
Korupsi dana bansos Covid-19 semakin memperburuk situasi ketahanan ekonomi warga. Juga berpotensi memperparah instabilitas perekonomian negara dan menyebabkan krisis multidimensi yang merambat ke ranah sosial, politik, dan keamanan.
Untuk itu, kata dia, pada Hari HAM Internasional 10 Desember 2020, koalisi mendesak pemerintah agar kembali kepada jalur dan pakem konstitusi. Koalisi mendorong pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan yang berpotensi melanggar HAM.
Koalisi juga menuntut pemerintah membuka partisipasi publik seluas-luasnya untuk turut andil merancang dan menentukan arah kebijakan kesehatan agar lebih demokratis.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Hak Asasi Manusia terdiri dari LBH Jakarta, Greenpeace Indonesia, Walhi, Ires, dan Kiara.