Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengalami kendala dalam menangani upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Provinsi Riau.
Deputi Bidang pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Wisnu Widjaja, mengatakan, kendala yang dimaksud seperti sumber air terbatas, akses lokasi karhutla sulit dijangkau, kondisi lingkungan yang panas, dan angin kencang. Selain itu, tidak semua personil memiliki teknik kemampuan pemadaman.
BNPB telah berupaya meminimalisir karhutla Riau. Salah satunya, dengan cara melakukan operasi udara. Tujuannya untuk menjangkau daerah yang sulit diakses melalui jalur darat.
"Operasi udara itu water boombing, ambil air, kami jatuhkan di tempat-tempat itu karena banyak tempat yang jauh dari akses harus jalur udara," ucap Wisnu, di Graha BNPB, Jakarta Timur, pada Kamis (28/2).
Sekitar 500 anggota TNI telah dikerahkan untuk membantu proses pemadaman. Selain itu, BPBD Riau dan Manggala Agni juga turut diturunkan. Masyarakat juga telah diberikan peringatan agar tidak melakukan aktivitas yang dapat menyebabkan karhutla.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Data Informasi dan Hubungan Masyarakat (Humas) BNPB Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan sebanyak enam helikopter dan satu pesawat telah dikerahkan untuk membantu pemadaman karhutla Provinsi Riau.
"Satu unit heli KLHK, dua unit dari Sinar Mas, dua dari TNI AU, satu BNPB, persiapan satu heli lagi BNPB, dan satu pesawat Casa 212 milik TNI AU," kata Sutopo saat dihubungi Alinea.id, pada Kamis (28/2).
Seperti diketahui, Pemerintah Provinsi Riau telah menetapkan status siaga darurat penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan sejak 19 Februari hingga 31 Oktober 2019. Penetapan tersebut dilakukan untuk memadamkan kebakaran lahan di sejumlah daerah Provinsi Riau.
Sejak 1 Januari hingga 26 Februari 2019, total luas kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau mencapai 1.178 hektare.
Adapun data karhutla per kabupaten di Riau yakni, Rokan Hilir (144 hektare), Dumai (65,5, hektare), Bengkalis (837 hektare), Meranti (20,4 hektare), Siak (30 hektare), Pekanbaru (21,51 hektare), Kampar (19 hektare), Pelalawan (3 hektare), dan Indragiri Hilir (38 hektare).