Ombudsman RI membuka peluang memanggil paksa Ketua KPK, Firli Bahuri, dan pimpinan lainnya terkait pemberhentian Direktur Penyelidikan, Brigjen Endar Priantoro. Diketahui, Endar melaporkan dugaan malaadministrasi atas pemberhentiannya ke Ombudsman, April 2023.
Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, mengatakan, upaya paksa itu dapat diambil apabila Firli dan pejabat di KPK selaku pihak terlapor tak bersikap kooperatif memenuhi panggilan Ombudsman.
"Ombudsman bisa menghadirkan dan berwenang menghadirkan terlapor secara paksa. Pemanggilan paksa dengan bantuan Polri," kata Robert di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, pada Selasa (30/5).
Disampaikan Robert, opsi tersebut dapat diambil ketika Ombudsman menilai pihak yang akan diperiksa tidak memenuhi panggilan secara sengaja. Hal itu didasarkan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 31 UU Nomor 37 Tahun 2008.
"Sekali lagi saya sampaikan, ini opsi yang akan diambil jika Ombudsman menilai bahwa pihak terlapor secara terang benderang menyampaikan argumentasi yang justru mempertanyakan kewenangan Ombudsman," ujar Robert.
Di sisi lain, imbuh Robert, Ombudsman tetap dapat melanjutkan proses pemeriksaan meski tanpa keterangan dari pihak yang dipanggil. Namun, opsi itu umumnya diambil apabila pihak yang diperiksa memiliki kendala yang bersifat teknis.
Meski demikian, imbuh Robert, Ombudsman dapat meminta bantuan Polri untuk menghadirkan pihak yang bakal diperiksa jika dinilai ada unsur kesengajaan untuk menghindari pemeriksaan.
"Ombudsman sangat serius untuk merespons sikap dari KPK. Dan kami akan mengajukan proses dengan pilihan-pilihan yang sesuai dengan kewenangan yang ada di Ombudsman," tutur Robert.
Brigjen Endar Priantoro resmi melaporkan pemberhentiannya sebagai Direktur Penyelidikan KPK ke Ombudsman RI. Diketahui, surat keputusan yang diterbitkan KPK menyatakan Endar diberhentikan dengan hormat lantaran masa penugasannya berakhir pada 31 Maret 2023.
Padahal, Kapolri, Jenderal Listyo Sigit, memutuskan Endar tetap bertugas di KPK. Endar menilai, ada dugaan malaadministrasi atas keputusan pemberhentiannya dari lembaga antikorupsi.
"Saya melaporkan kepada Ombudsman terkait dengan terbitnya SK pemberhentian dengan hormat yang telah dikeluarkan KPK pada tanggal 31 Maret yang lalu. Dalam hal menurut saya, proses penerbitan SK tersebut ada dugaan malaadministrasi serta penyalahgunaan kewenangan dari para pihak terkait di lingkungan KPK," tuturnya, 17 April lalu.
Adapun bentuk malaadministrasi yang dilaporkan adalah pola intervensi independensi penegakan hukum yang berulang. Intervensi itu, kata Endar, dilakukan melalui pola yang sama yakni pemberhentian atau pemecatan orang yang berupaya menegakan hukum dan memberantas korupsi.
"Ini merupakan tindakan yang bertentangan dengan semangat independensi KPK," ujar Endar.