Pemecatan terhadap polisi berinisial TT oleh Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Tengah dinilai melanggar sejumlah aturan. Kuasa hukum TT, Ma'ruf Bajammal mengatakan, pemecatan terhadap TT bertentangan dengan pasal-pasal di dua undang-undang.
"Tidak boleh ada diskriminasi terhadap siapa pun, termasuk orang dengan kecenderungan seksual minoritas seperti TT," ujar Ma'ruf di Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Menteng, Jakarta Pusat, Senin (20/5).
Dirinci Ma'ruf, pemecatan TT melabrak Pasal 6 Nomor 12 Tahun 2005 dan UU Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik serta Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2015 Tentang Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.
TT adalah brigadir polisi yang bertugas sebagai Hanum Subditwisata Ditpamobovit Polda Jateng. TT menempuh upaya hukum dengan menggugat Polda Jateng setelah menerima Surat Keputusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat pada 27 Desember 2018.
TT dianggap melakukan hubungan seks 'menyimpang' dan dianggap melanggar Pasal 7 ayat 1 huruf b dan Pasal 11 huruf c Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Menurut Ma'ruf, pemberhentian tidak hormat terhadap TT oleh Polda Jateng dengan alasan berorientasi homoseksual melanggar hukum. Sebagaimana dijamin konstitusi, setiap orang berhak untuk hidup, bekerja, dan bebas dari diskriminasi.
Ma'ruf menguraikan, setiap orang pun dijamin secara hukum berhak mendapat perlindungan terhadap perlakuan yang diskriminatif. Secara khusus, hal itu ditentukan menurut UUD 1945 pasal 28 ayat i, juga dijamin Pasal 3 ayat 3 dan pasal 17 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. "Polri telah berlaku tak adil dan berlaku diskriminatif terhadap TT," imbuh dia.
Kasus TT saat ini sudah memasuki proses pemeriksaan perkara di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang. Ma'ruf berharap gugatan yang diajukan oleh TT sebagai perwira polisi harus dijadikan momentum untuk mencegah kasus-kasus diskriminatif serupa terjadi di masa depan.
"Selama ini teman-teman dengan orientasi seksual minoritas tidak berani menyuarakan pendapat atau haknya. Maka, kami mendorong juga agar majelis hakim yang menangani perkara ini mendudukkan perkara ini secara independen, mengedepankan prinsip HAM, dan menerapkan kaidah hukum yang berlaku," kata dia.
Kasus TT janggal
Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) M Afif Abdul Qoim menilai ada kejanggalan dalam pemeriksaan terhadap TT karena tidak didahului laporan dugaan pelanggaran kode etik profesi kepolisian.
Selain itu, Afif juga menyayangkan tuduhan terhadap TT seperti disampaikan oleh Juru Bicara Mabes Polri Dedi Prasetyo. Oleh Mabes Polri, TT dinyatakan telah melanggar kedisiplinan dengan tidak masuk dinas selama lebih dari 30 hari dan melakukan pelecehan seksual yang menimbulkan korban.
Afif mengatakan, tuduhan tersebut tidak benar. "Saya kira ini adalah alasan template dibuat-buat yang diambil dari aturan oleh perwira polisi di Polri. Seharusnya Mabes Polri berkoordinasi dengan Polda Jateng untuk memastikan. Karena tuduhan-tuduhan itu tak terbukti," tutur Afif.