Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil mengungkapkan, pemerintah menargetkan memberikan akses 12,7 juta hektare lahan kawasan hutan bagi masyarakat hingga 2025.
"Jadi tadinya kalau tinggal di pinggir hutan, Anda tidak bisa masuk ke hutan. Kalau masuk hutan, Anda akan ditangkap oleh polisi hutan. Sekarang 12,7 juta hektare akses hutan itu akan diberikan ke masyarakat," katanya dalam video conference, Jumat (11/12).
Sofyan menjelaskan, akses kawasan hutan tersebut diberikan kepada masyarakat untuk menjamin kepastian hukum atas kepemilikan tanah sekitar kawasan hutan. Sehingga, masyarakat dapat menjalankan aktivitas bercocok tanam yang memberikan manfaat ekonomi bagi keluarganya, namun dengan tetap menjaga ekologi kawasan hutan.
"Masyarakat bisa tanam apapun yang memberikan manfaat ekonomi pada masyarakat, dan pada saat yang sama tidak mengganggu ekologi hutan," ujarnya.
Bahkan, jika masyarakat di dalam hutan menanam tanaman kopi, justru akan semakin bagus bagi ekosistem hutan, karena tanaman kopi akan menyerap air sehingga melindungi hutan dan mencegah banjir.
"Presiden sangat serius dalam hal ini dan program tersebut dijalankan Kementerian Kehutanan. Ini memberi kepastian hukum dan memberi akses kepada masyarakat untuk memiliki tanah," ucapnya.
Selain itu, pemerintah di bawah Kementerian ATR/BPN memiliki program reforma agraria dengan target distribusi tanah seluas 9 juta hektare kepada masyarakat yang belum memiliki tanah.
Reforma agraria sendiri, akan dijalani dengan dua komponen, yaitu pertama adalah program legalisasi aset yang telah dimiliki oleh masyarakat, dan kedua adalah redistribusi lahan terlantar dan yang ditelantarkan pemiliknya.
"Banyak orang punya tanah, mendapatkan sertifikat belum HGU misalnya, tetapi setelah HGU (terbit), HGU-nya enggak diurus (dimanfaatkan), karena yang dia butuhkan hanya dokumen untuk mendapatkan kredit perbankan. Pengusaha yang nakal seperti itu tanahnya kita ambil kembali dan dibagikan ke masyarakat," tuturnya.