Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil mengatakan, pemerintah akan mempercepat pelepasan tanah di kawasan hutan bagi 6.000 desa yang lokasinya berada di atas kawasan hutan tersebut.
Hal ini, untuk memberikan kepastian atas hak kepemilikan tanah bagi masyarakat desa yang berada di kawasan hutan, yang selama ini tidak boleh disentuh atau ditanami warga.
"Artinya mereka tinggal di sana, tetapi karena status kawasan hutan mereka enggak punya hak apa-apa, jadi mereka seperti menumpang saja di atas tanah hutan. Saat ini pemerintah melakukan percepatan pelepasan tanah hutan," katanya dalam video conference, Jumat (11/12).
Nantinya, status kawasan hutan tempat di mana desa tersebut berdiri akan dilepaskan statusnya, sehingga masyarakat desa memiliki hak atas tanah yang dapat mereka manfaat untuk bercocok tanam.
"Jadi kampung-kampung yang tadinya statusnya berada di kawasan hutan, status kawasan hutannya yang dilepaskan. Jadi kampung-kampung itu dengan demikian akan mendapatkan hak tanahnya, akan menjadi hak milik masyarakat," ujarnya.
Hal ini dilakukan sebagai bagian dari program reforma agraria dalam rangka mendistribusikan lahan produktif bagi masyarakat, sekaligus menekan ketimpangan penguasaan lahan di Indonesia.
"Karena diketahui kepemilikan tanah di Indonesia ini sangat tidak adil, sekelompok kecil orang di Indonesia menguasai tanah dengan jumlah yang luas sekali," katanya.
Dia mengungkapkan, gini rasio penguasa tanah di Indonesia berada di kisaran 0,54 hingga 0,67, hal ini menurutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ketimpangan pendapatan yang diukur dari gini rasio pendapatan yang berada di bawah 0,4.
"Jadi bayangkan, gini indeks penguasaan tanah itu jauh sekali dibandingkan dengan gini indeks pendapatan yang berada di bawah 0,4. Karena itu pemerintah berupaya untuk perbaiki gini indeks itu dengan masyarakat lebih banyak yang memiliki tanah," tuturnya.