close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi pengguna narkoba. Alinea.id/DebbieAlyw.
icon caption
Ilustrasi pengguna narkoba. Alinea.id/DebbieAlyw.
Nasional
Selasa, 28 Juni 2022 18:02

Rehabilitasi pengguna narkotika perlu didukung fasilitas yang layak

Ada perbedaan kondisi di mana tidak semua daerah dilengkapi sarana rehabilitasi yang sama.
swipe

Penanganan perkara tindak pidana narkotika, khususnya pada kasus penyalahgunaan narkotika terus didorong untuk mengedepankan rehabilitasi. Ini dilakukan sebagai upaya untuk memulihkan keadaan korban penyalahgunaan narkotika agar dapat kembali seperti semula.

Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kemenko Polhukam, Sugeng Purnomo menyebut, usulan rehabilitasi dapat direkomendasikan oleh Tim Asesmen Terpadu (TAT), sehingga perkara narkotika tidak dilanjutkan sampai persidangan. Kendati demikian, pihaknya menyarankan, rekomendasi dari TAT baiknya disertai penunjukan tempat rehabilitasi kepada majelis hakim.

"Rekomendasi tim asesmen terpadu (TAT) yang berisi rehabilitasi pelaku tindak pidana narkotika, hendaknya disertai penunjukan tempat rehabilitasi, sehingga aparat penegak hukum tidak kebingungan ini mau diapain," ujar Sugeng dalam forum diseminasi penelitian bertajuk Disparitas dan Kebijakan Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika di Indonesia yang digelar daring, Selasa (28/6).

Pihaknya menekankan, ada perbedaan kondisi di mana tidak semua daerah dilengkapi sarana rehabilitasi yang sama. Untuk itu, perlu ada kejelasan agar tidak menimbulkan masalah yang baru.

Hal senada diungkapkan Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Harkristuti Harkrisnowo. Pihaknya menilai, penerapan rehabilitasi bagi pengguna narkotika perlu dibarengi dengan tersedianya fasilitas yang memadai.

"Apabila direkomendasikan rehabilitasi, harus ada fasilitas yang memadai baik secara kualitas dan kuantitas untuk melakukannya," ujar Harkristuti pada kesempatan yang sama.

Selain itu, kata Harkristuti, penting bagi aparat penegak hukum untuk memahami ketentuan hukum soal tindak pidana narkotika, termasuk manfaat rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan narkotika. Ini dilakukan untuk menghindari pemahaman yang berbeda soal perkara tindak pidana narkotika.

"Tidak kalah pentingnya adalah menyelenggarakan pelatihan bagi aparat penegak hukum, jadi setiap lembaga melakukan pelatihan untuk memahami makna dalam pasal-pasal sehingga tidak ada miskomunikasi, mispersepsi, atau misinterpretasi, semua pandangannya sama," ujar Harkristuti.

Lebih lanjut, pihaknya merekomendasikan pendekatan terkait penanganan perkara tindak pidana narkotika, yakni pendekatan hukum pidana, pendekatan kesehatan masyarakat (public health), atau pendekatan terintegrasi (integrated approach).

Terkait pendekatan terintegrasi, Harkristuti menjelaskan, jika pendekatan ini menitikberatkan pada peran dari orang yang terlibat dalam tindak pidana narkotika. Dia mencontohkan, salah satunya sebagai bandar atau pengguna diterapkan pendekatan yang berbeda.

"Kalau untuk tindak pidana yang benar-benar merupakan tindak pidana serius itu, seperti kurir, bandar, produsen, kita memakai pendekatan hukum pidana. Tapi kalau dengan pengguna kita pakai public health approach," ujar Harkristuti.

Pihaknya menyebut, dalam pendekatan kesehatan masyarakat dikedepankan jaminan kesehatan baik secara fisik maupun nonfisik yang dijamin oleh negara.

"Yang diutamakan dalam public health approach adalah bagaimana negara menjamin kesehatan masyarakat. Kesehatan itu tidak hanya fisik, tapi juga nonfisik," tuturnya.

img
Gempita Surya
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan