Pemerintah membantah dalil pemohon uji materi UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang meminta kesetaraan atas guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di sekolah formal maupun nonformal.
Pemerintah yang diwakili Staf Ahli Menteri Bidang Regulasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Chatarina M. Girsang di sidang uji materi di Mahkamah Konstitusi, menegaskan bahwa guru formal dan nonformal tidak bisa disetarakan. Hal ini dikarenakan keduanya memiliki kualifikasi berbeda.
"Sistem pendidikan nasional telah mengatur dan membagi jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal ," ujar Chatarina di Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Selasa (26/2).
Dia menjelaskan, pemerintah telah melakukan pembagian jalur pendidikan, dengan masing-masing jalur memiliki aturan tersendiri. Setiap jalur dapat saling melengkapi dan memperkaya.
Pembagian jalur dalam sistem pendidikan nasional, menciptakan kualifikasi khusus bagi pendidiknya, termasuk guru PAUD formal dan nonformal. Meski demikian, Chatarina menekankan hal tersebut tidak menciptakan diskriminasi yang menghalangi penerimaan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
"Syarat kualifikasi dan kompetensi pendidik pada jalur formal secara yuridis dibedakan dengan kualifikasi dan kompetensi jalur pendidikan nonformal," kata Chatarina.
Dia mengakui, kualifikasi dan kompetensi yang ditetapkan membuat hak dan kewajiban pendidik jalur formal dan norformal menjadi berbeda. Namun Chatarina menyebut anggapan UU Guru dan Dosen telah menghilangkan jaminan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi pendidik PAUD nonformal, adalah penilaian yang tidak tepat.
"Sebagai pendidik pada PAUD nonformal, tidak serta-merta mengakibatkan pemohon kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi serta jaminan kesejahteraan, sehingga tidak terjadi pelanggaran hak konstitusional," ujar Chatarina.
Mengganggu anggaran
Pemohon uji materi yang merupakan guru PAUD, menilai sejumlah pasal dalam UU Sisdiknas dan UU Guru dan Dosen, merugikan hak konstitusionalnya. Hal ini disebabkan sejumlah pasal dalam undang-undang tersebut hanya mengakui profesi guru terhadap pendidik pada PAUD formal. Adapun pendidik PAUD nonformal, tidak diakui secara hukum sebagai guru.
Hal ini membuat pemohon tidak mendapatkan jaminan untuk mengembangkan kompetensi, seperti sertifikasi guru dan jaminan kesejahteraan seperti gaji pokok, tunjangan fungsional, dan tunjangan khusus lainnya.
Menurut Chatarina, kewajiban negara di bidang pendidikan berpotensi terganggu jika mengikuti dalil pemohon. Sebabnya, anggaran negara akan membengkak karena harus menyediakan jaminan kesejahteraan guru nonformal.
"Maka kewajiban negara dalam bidang pendidikan untuk mengatur satu sistem pendidikan nasional berpotensial akan sangat menimbulkan polemik berlebih jika dikaitkan implikasinya dengan beban anggaran negara," kata Chatarina menjelaskan.
Gugatan uji materi ini diajukan pemohon untuk meminta MK menyatakan Pasal 1 angka 1 dan Pasal 2 ayat (1) UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen, bertentangan dengan UUD 1945. Pemohon juga meminta pasal tersebut dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "termasuk pula Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur nonformal".
Upaya uji materi ini mendapat dukungan dari ribuan guru PAUD yang tergabung dalam Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini (Himpaudi). Di Subang, Jawa Barat, ribuan guru PAUD melakukan aksi dan mengumpulkan koin Rp1.000 sebagai bentuk dukungan. (Ant)